Sabtu, 01 September 2012

Lowongan Pekerjaan

Anda sedang mencari pekerjaan??
Maaf,Blog ini di buat bukan untuk pencari kerja...
Tapi Untuk pencari materi kulia tentang kesehatan....

Selasa, 28 Agustus 2012

Masalah

Hidup tak akan pernah jauh dari masalah...
Setiap orang pasti mempunyai masalah...
Orang yang hebat adalah orang yang bisa mencari masalah dan menyelesaikan masalahnya dengan baik...karena dengan masalah kita akan menjadi orang yang lebih tegar dan mengerti akan arti kehidupan....


Senin, 23 April 2012

KEBUTUHAN NUTRISI IBU HAMIL



A.     Anemis
1.      Gambaran umum dan klinis
Dalam masyarakat dikenal penyakit kurang darah yang biasa disebut dengan anemia. Sebetulnya anemia tak tepat jika disebut penyakit kurang darah. Yang benar adalah kurangnya sel darah merah karena kadar hemoglobin yang rendah dalam darah.
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002).

2.      Penyebab terjadinya enemia pada ibu hamil
Anemia terjadi ketika kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Batas kadar normal untuk wanita sekira 12 gr persen dan pria 14 gr%. Hemoglobin terdapat dalam sel darah merah dan bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh. Oleh karena itu, berkurangnya hemoglobin akan mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen. Tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen menimbulkan gejala-gejala seperti lesu, mudah letih, kulit pucat, pusing, bahkan sakit kepala.
Karena hemoblogin terdapat dalam sel darah merah, setiap gangguan pembentukan sel darah merah, baik ukuran maupun jumlahnya, dapat menyebabkan terjadinya anemia. Gangguan tersebut dapat terjadi di “pabrik” pembuatan sel darah merah (sumsum tulang) maupun gangguan karena kekurangan komponen penting seperti zat besi, asam folat, maupun vitamin B12. Anemia yang paling banyak terjadi (terutama pada wanita) adalah anemia akibat kekurangan zat besi. Sedangkan anemia-anemia lainnya (anemia karena kekurangan asam folat, vitamin B12, atau karena keganasan) terjadi pada wanita maupun pria dengan proporsi yang kurang lebih sama.
Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin. Oleh sebab itu, ketika tubuh kekurangan zat besi, produksi hemoglobin pun akan menurun. Meskipun demikian, penurunan hemoglobin sebetulnya baru akan terjadi jika cadangan zat besi (Fe) dalam tubuh sudah benar-benar habis. Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa disebabkan banyak hal. Kekurangan zat besi pada bayi mungkin disebabkan prematuritas, atau bayi tersebut lahir dari seorang ibu yang menderita kekurangan zat besi. Pada anak-anak, mungkin disebabkan oleh asupan makanan yang kurang mengandung zat besi. Sedangkan pada orang dewasa kekurangan zat besi pada prinsipnya hampir selalu disebabkan oleh perdarahan menahun atau berulang-ulang yang bisa berasal dari semua bagian tubuh.
Penyebabnya antara lain :
a.    Makanan yang kurang bergizi.
b.   Gangguan pencernaan dan malabsorpsi.
c.    Kurangnya zat besi dalam makanan.
d.   Kebutuhan zat besi yang meningkat.
Sedangkan faktor predisposisi terbesar terjadinya anemia adalah status gizi yang buruk dengan defisiensi multivitamin, dimana hal ini masih banyak terjadi di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia.
Secara umum klasifikasi anemia dalam kehamilan dibagi menjadi :
1)   Anemia Defisiensi Besi sebanyak 62,3%
2)   Anemia Megalobalstik sebanyak 29%. Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteroylglutamic acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang.
3)   Anemia Hipoplastik dan Aplastik sebanyak 8%. Anemia disebabkan karena              sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.
4)   Anemia Hemolitik sebanyak 0,7%. Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya.
Menurut penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) serta asam folat dan vitamin B12. Pemberian makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah memberikan makanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12.

3.   Tata laksana diet
Anemi bisa dihindari dengan melakukan diet sehat dan tepat bagi tubuh. Sebenarnya, banyak hal bisa dilakukan wanita agar terhindar dari anemia. Antara lain menjaga asupan zat besi yang dikonsumsi agar terserap tubuh sebanyak mungkin. Misalnya dengan mengonsumsi orange juice setelah makan dan menghindari konsumsi teh usai makan. Teh bisa membuat zat besi yang dikonsumsi bersama makanan larut dan terbuang percuma. Jadi minuman yang paling cocok usai makan itu adalah orange juice.
Bagi penderita anemia bisa meningkatkan konsumsi makanan seperti daging dan makanan laut. Bisa pula dengan mengonsumsi buah dan sayur. Sementara untuk terhindar dari anemia, disarankan agar membatasi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi. Di antaranya menghindari makanan yang mengandung phytate seperti yang terdapat pada kacang-kacangan, biji-bijian, dan tepung. Hindari pula konsumsi teh, kopi, dan cokelat. Strategi terbaik untuk mengubah pola makan, Ervina menyebutkan, adalah dengan mengombinasikan zat besi dalam menu makanan. Mengonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin C pada waktu makan. Memasak makanan tidak terlalu lama dan tidak mengonsumsi susu dan produk susu atau teh pada saat makan besar.

4.      Factor yang menghambat penyerapan Fe
asam fitat dapat menghambat penyerapan zat besi di dalam tubuh. karena asam fitat yang terkandung dalam bahan makanan akan mengikat zat besi sehingga mengurangi penyerapan zat besi. Pada pH duodenum, feri fitat terlarut dalam bentuk feri hidroksida, sehingga akan mencegah pembentukan kompleks  Fe dan gastroferium (suatu protein pengikat Fe yang disekresikan dalam perut).
- Besi dan Asam Fitat. Asam ini mengikat besi, sehingga mempersulit penyerapan. Seperti protein kedelai menurunkan absorpsi besi yang mungkin  disebabkan oleh fitat yang tinggi.- Besi dan Tanin. Tanin yang merupakan poliferol yang terdapat pada teh, kopi dan sejenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya.                                                                                                                          - Besi dan Serat. Serat suatu polisakarida yang tidak dapat dicerna oleh tubuh,    salah satu sifat serat adalah : mampu mengikat mineral termasuk besi.                     - Besi dan Albumin.Pada makanan yang di tambahkan albumin , penyerapan besi berkurang menjadi 40%
- Besi dan Protein Nabati. Protein nabati umumnya bersifat menghambat besi. Dan protein susu dan keju bersifat menghambat penyerapan besi.                           - Besi dan Lemak. Pada saat tubuh kelebihan besi, maka akan menyebabkan kerusakan lemak tidak jenuh ganda, karena besi akan menkatalisis proses oksidasi PUFA, serta meningkatkan pembentukan radikal bebas.                                          - Besi dan Mangan. Penyerapan zat besi dan mangan mengunakan mekanisme transpor yang sama pada tingkat sel. Sehingga keadaan defisiensi salah satu mineral dan akan menguntungkan bagi mineral yang lain.                                       - Besi dan Zn. Peningkatan asupan Zn yang berasal dari makanan akan menurunkan kadar besi di duodenum, karena Zn akan meningkatkan metallothionin dari mukosa sel akan menghalangi Fe masuk ke dalam mukosa sel.
- Besi dan Yodium. Respon theuraptik yang di timbukan dari pemberian iodium hasilnya kurang baik pada anak-anak yang menderita goiter dan anemia besi dibandingkan dengan anak yang goiter tanpa anemia gizi.
- Besi dan Calsium. Calsium akan menghalangi transport besi pada saat melewati mukosa sel untuk masuk keperedaran darah.
- Besi dan Chromium. Besi dan chromium menggunkan transport yang sama, dan akan bersaing untuk dapat berkaitan dengan transferin
5. Factor yang meningkatkan penyerapan Fe
Vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi (Fe). karena vitamin C merupakan suatu asam organik yang terasa asam dengan bentuknya yang kristal putih, tetapi tidak berbau. Sejalan hal tersebut suasana dengan derajat keasaman yang tinggi pada saluran pencernaan, dapat meningkatkan penyerapan zat besi (Fe); sedangkan derajat keasaman yang rendah akan menghambat penyerapan zat besi. Hal tersebut berkaitan dengan sifat yang dimiliki vitamin C yaitu mudah mereduksi ikatan organik lain karena gugus hidroksil-nya pada C2 dan C3 mudah dioksidasi. Sehingga vitamin C dapat membantu reduksi ion ferri menjadi ferro dalam pencernaan. Dengan kata lain, suasana asam dapat membuat zat besi ferri menjadiferro. Akibatnya, zat besi akan lebih mudah diserap serta dapat dipindahkan dari transferin yang berada dalam darah ke ferritin yang berada dalam sumsum tulang, hati, dan limpa.
- Besi dan Fruktosa. Bahwa zat besi dari saluran cerna meningkat dengan adanya fruktosa. Hal ini disebabkan fruktosa dapat menyebabkan besi lebih mudah larut dalam larutan. Sumbernya dari madu.
- Besi dan Laktosa. Laktosa juga dapat meningkatkan penyerapan zat gizi, akan tetapi pengaruh yang timbul tidak langsung. Laktosa akan membuat susu menjadi asam sehingga menguntungkan bagi penyerapan besi.
- Besi dan Copper. Enzim Copper oksidase membantu reaksi oksidasi dan reduksi zat besi yang sangat penting bagi proses penyerapan dan mobilitas zat besi.
- Besi dan Vitamin A. Penambahan vitamin A mampu meningkaykan rata-rata penyerapan besi hingga dua kali lipat pada nasi. Dan program suplemen zat besi lebih efektif dengan penambahan vitamin A, karena akan meningkatkan pemanfaatan besi untuk bentuk Hb.

6.      Makanan sumber Fe
Sumber utama Fe adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama sumber Fe nabati yang hanya diserap 1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan Fe makanan asal hewani dapat mencapai 10-20%. Ini berarti bahwa Fe pangan asal hewani (heme) lebih mudah diserap daripada Fe pangan asal nabati (non heme).
Ati, daging sapi, kuning telur, buah-buahan yang dikeringkan ( misal : kismis ), sayur-sayuran yang berwarna hijau (kangkung, daun katuk, daun ubi jalar, bayam, daun singkong, kacang buncis, kacang panjang, dll. ).

B.     Pre Eklamasi
1.   Gambaran umum dan klinis
Pre-eklamsia kerap terjadi saat hamil, akibat tekanan darah yang tinggi dan kelebihan kadar protein dalam urin, setelah kehamilan berusia 20 minggu. Meski ‘hanya’ peningkatan tekanan darah, tapi dapat berakibat fatal yang memungkinkan terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi yang dikandung.
Pre-eklamsi akan hilang saat melahirkan, sehingga bila pre-eklamsi terjadi di minggu-minggu akhir kehamilan, dokter akan mengambil tindakan untuk segera mengeluarkan bayi. Tapi bila pre-eklamsi terjadi di awal kehamilan, maka dokter akan berusaha memperpanjang kehamilan sampai bayi dianggap telah cukup untuk lahir.
Pre eklamasi merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan, yang biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu, yang ditandai oleh adanya hipertensi, proteinuria, dan edema. Keluhan-keluhan yang biasa timbul ialah adanya pertambahan berat badan (karena edema), mudah timbul kemerah-merahan, mual, muntah, pusing, pandangan kabur, nyeri lambung, oligouria, gelisah dan kesadaran menurun.

a. Penyebab terjadinya pre eklamsi pada ibu hamil
Pre-eklamsi dulunya dikenal sebagai toksemia, karena diperkirakan adanya racun dalam aliran darah ibu hamil. Meski teori ini sudah dibantah, tetapi penyebab pre-eklamsia hingga kini belum diketahui. Penyebab lain yang diperkirakan terjadi, adalah:
- Kelainan aliran darah menuju rahim.
- Kerusakan pembuluh darah.
- Masalah dengan sistim ketahanan tubuh.
- Diet atau konsumsi makanan yang salah.

b. Tata laksana diet; jenis dan  indikasi pemberian
Tatalaksana hiperemesis gravidarum sangat beragam tergantung dari beratnya gejala yang terjadi. Tatalaksana dini dapat berpengaruh baik pada pasien. Ketika menatalaksana ibu dengan HG, pencegahan serta koreksi kekurangan nutrisi adalah prioritas utama agar ibu dan bayi tetap dalam keadaan sehat.
Pasien dapat dirawat karena mual dan muntah yang berlebihan disertai koreksi untuk gangguan elektrolit dan cairan. Pemberian nutrisi oral (melalui mulut) dapat diberikan pada pasien secara perlahan-lahan, dimulai dengan makanan cair, kemudian meningkat menjadi makanan padat dalam porsi kecil yang kaya akan karbohidrat. Saran-saran yang diberikan pada ibu yang mengalami HG adalah:
·      Menyarankan ibu hamil untuk mengubah pola makan menjadi lebih sering dengan porsi kecil
·      Menganjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dan teh hangat dan menghindari makanan berminyak serta berbau lemak
·      Jika dengan cara diatas tidak ada perbaikan maka ibu hamil tersebut diberi obat penenang, vitamin B1 dan B6, dan antimuntah
·      Perawatan di Rumah sakit bila keadaan semakin memburuk
·      Cairan infus yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein. Bila perlu ditambahkan vitamin B kompleks, vitamin C, dan kalium
·      Terapi psikologis apabila penanganan dengan pemberian obat dan nutrisi yang adekuat tidak memberikan respon
Ciri khas dari diet ini adalah memperhatikan asupan garam dan protein.
Tujuan dari pemberian diet pre eklampsia ialah :
·     Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal
·     Mencapai dan mempertahankan tekanan darah agar tetap normal
·     Mencegah dan mengurangi retensi garam dan air/cairan
·     Mencapai keseimbangan nitrogen
·     Menjaga agar penambahan berat badan tidak melebihi normal
·     Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyulit baru     pada saat kehamilan atau setelah melahirkan
Syarat diet pada pre eklampsia, ialah :
1. Energi dan zat gizi yang diberikan harus cukup. Dalam keadaan berat, makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan pasien dalam menerima makanan. Penambahan energi tidak melebihi 300 kkal dari makanan atau diet sebelum hamil.
2. Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau air. Penambahan berat badan diusahakan di bawah 3 kg/bulan atau di bawah1kg/minggu.
3. Protein tinggi (1 ½ - 2 gr/kg berat badan)
4. Pemberian lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tak jenuh tunggal    dan lemak tak jenuh ganda.
5. Vitamin cukup; vitamin C dan B6 diberikan sedikit lebih tinggi.
6. Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.
7. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien
8. Cairan diberikan 2500ml/hari. Pada keadaan oligouria cairan dibatasi dan
disesuaikan dengan cairan yang keluar melalui urin, muntah, keringat, dan
        pernapasan.

c. Ada 3 macam pemberian diet untuk pre eklampsia, yaitu :
a.    Diet Pre eklampsia I
Diet ini diberikan pada pasien dengan preeklampsia berat (PEB). Makanan diberikan dalam bentuk cair yang terdiri dari sari buah dan susu. Jumlah cairan yang diberikan paling sedikit 1500ml sehari per oral, dan kekurangannya diberikan secara parenteral. Karena makanan ini kurang mengandung zat gizi dan energi, maka hanya diberikan 1-2 hari saja.
b.   Diet Pre eklampsia II
Diet ini diberikan kepada pasien pre eklampsia yang penyakitnya tidak terlalu berat atau sebagai makanan peralihan dari diet pre eklampsia I. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau lunak dan diberikan sebagai Diet Rendah Garam I. Dalam diet ini makanan yang diberikan cukup mengandung energi dan zat gizi lainnya.
c.       Diet Pre eklampsia III
Diet pre eklampsia III diberikan kepada pasien dengan pre eklampsia ringan (PER) atau sebagai peralihan dari diet pre eklampsia II. Pada diet ini makanan mengandung tinggi protein dan rendah garam. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Pada diet, jumlah energi harus disesuaikan dengan kenaikan berat badan yang boleh lebih dari 1 kg/bulan. Pada diet ini makanan yang diberikan mengandung cukup semua zat gizi dan energi.




C.     Hyperemesis Gravidarum (Diet  Hyperemesis I-III)

A.     Gambaran umum dan klinis
Hiperemsis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan sehingga pekerjaan sehari-hari terganggu dan keadaan umum ibu menjadi buruk. (Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan, 1999). Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu, begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam urine, bukan karena penyakit seperti Appendisitis, Pielitis dansebagainya.(http://zerich150105.wordpress.com).
Dalam buku obstetri patologi (1982) Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan dimana seorang ibu hamil memuntahkan segala apa yang di makan dan di minum sehingga berat badannya sangat turun, turgor kulit kurang, diuresis kurang dan timbul aseton dalam air kencing (http://healthblogheg.blogspot.com).
Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan muntah-muntah yang berlebihan (muntah berat) dan terus-menerus pada minggu kelima sampai dengan minggu kedua belas Penyuluhan Gizi Rumah Sakit A. Wahab Sjahranie Samarinda (
http://healthblogheg.blogspot.com).

B.Penyebab terjadinya hiperemesis gravidaru pada ibu hamil
             Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Perubahan perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat inanisi.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang ditemukan :
a) Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda memimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
b) Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor organik.
c) Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan.ibu terhadap anak, juga disebut
sebagai salah satu faktor organik.
d) Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien

C.Tata laksana diet; jenis dan indikasi pemberian
ada 3 jenis macam tata laksana dan indikasi pemberiannya
a)      Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.
Makanan hanya berupa rod kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan
bersama makanan tetapi 1 — 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat - zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama.
b)      Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang.
Secara berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi linggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-zal gizi kecuali vitamin A dan D.
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
c)      Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.
Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah :
- Roti panggang, biskuit, crackers
- Buah segar dan sari buah
- Minuman botol ringan (coca cola, fanta, limun), sirop, kaldu tak berlemak,
teh dan kopi encer.
Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, III adalah makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang mengandung alkohol, kopi, dan yang mengadung zat tambahan (pengawet, pewarna, dan bahan penyedap) juga tidak dianjurkan.

lxt190110



Kamis, 19 April 2012

Ketuban pecah dini

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup kedunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. ( Rustam Muchtar, 1998 ) Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada batas angka terendah yang dapat dicapai sesuai dengan kondisi dan situasi setempat serta waktu.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan (Manuaba, 1998). Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam bidangkesehatan yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta menyebabkan infeksi pada ibu yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2002).
Ketuban pecah dini kemungkinan besar menimbulkan risiko tinggi infeksi dan bahaya kompresi tali pusat, maka dalam penatalaksanaan perawatannya dianjurkan untukpemantauan ibu maupun janin dengan ketat (Achadiat,1995) KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partusbuatan yang seringdijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaankonservatif . Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang1bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebabinfeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPDsering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom(RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru. Protokol pengelolaan yang optimal harus memprtimbangkan 2 hal tersebut di atas dan faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
Berdasarkan uraian diatas dan dilihat dari kejadian KPD yang banyakterjadi pada ibu hamil, maka tim penulis tertarik untuk membahas tentang masalah tersebut yang di sajikan dalam bentuk makalah dan akan di jelaskan pada bab berikutnya.

B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui tentang asuhan keperawatan Ketuban Pecah Dini (KPD).
2.    Tujuan Khusus
a.    Agar mahasiswa mampu menjelaskan tentang Anatomi Fisiologi Reproduksi Wanita.
b.    Agar mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar Ketuban Pecah Dini(KPD)
c.    Agar mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan Ketuban Pecah Dini (KPD)

C.     Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini kami sebagai penyusun membahas tentang konsep dasar Ketuban Pecah Dini(KPD) dan asuhan keperawatan dengan KPD.

D.     Metode Penulisan
Penulisan makalah ini didapat dengan cara studi pustaka dan internet yaitu mencari dan mengumpulkan buku atau bahan tentang Asuhan Keperawatan Dengan Ketuban  Pecah Dini.

E.     Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN:
A.     Latar Belakang
B.     Tujuan Penulisan
C.     Ruang Lingkup penulisan
D.     Metode Penulisan
E.      Sitematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A.     Anatomi Fisiologi Reproduksi Wanita
B.     Fisiologi Kehamilan.
C.     Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KETUBAN PECAH DINI
A.     Pengkajian
B.     Diagnose keperawatan
C.     Intervensi keperawatan

















BAB II
TINJAUAN TEORITIS
                                                                                     

A.     Plasenta dan Air Ketuban
1.   Plasenta ( Manuaba, 1998 )
Plasenta berbentuk bundar dengan ukuran 15cm x 20cm dengan tebal2,5 sampai 3cm. Berat plasenta 500gr. Tali pusat yang menghubungkan plasenta panjangnya 25 sampai 60cm. tali pusat terpendek yang pernah dilaporkan 2,5cm dan terpanjang sekitar 200cm. Plasenta terbentuk sempurna pada minggu ke 16 dimana desidua parietalis dan desidua kapsularis telah menjadi satu. Sebelum plasenta terbentuk sempurna dan sanggup untuk memelihara janin,fungsinya dilakukan oleh korpus luteum gravidarum. Saat nidasi villi kolrialis mengeluarkan hormone korionik gonadotropin sehingga korpus luteum dapat bertahan.
Gambar 1.1 plasenta
Implantasi plasenta terjadi pada fundus uteri dean atau belakang. Fungsi plasenta dapat dilaksanakan melalui sirkulasi retroplasenter dengan terbukanya artersi spiralis dan vena didasar desidua basalis. Di bagian tepi plasenta terdapat ruangan agak lebar sebagai penampung sementara darah sebelum masuk menuju sirkulasi darah ibu.
Sirkulasi retroplasentaer terjadi karena aliran darah arteri spiralis dengan tekanan 70 mmHg sampai 80 mmHg sedangkan tekanan darah pada vena di dasar desidua basalis 20 mmHg sampai 30 mmHg. Aliran darah arteri seolah-olah tegak lurus untuk mencapai plat korionik di bagian plasenta fetalis dalam ruangan intervili. Dengan perbedaan tekanan tersebut terjadi aliran darah yang memberikan kesempatan yang luas bagi vili korialis untuk melakukan pertukaran nutrisi. Di samping itu vili korialis bergerak-gerak karena aliran darah ibu dan terjadinya kontraksi ringan memberikan peluang untuk makin sempurnanya pertukaran nutrisi.
Sebagai gambaran pertukaran nutrisi dapat dikemukakan:
a.    Luas vili korialis sebesar 11 meter persegi
b.    Volume interviler sebesar 150 sampai 250 ml.
c.    Peredaran darah 300 cc setiap menit pada kehamilan 20 minggu, 600 cc setiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa metabolism janin dan CO2. Fungsi plasenta dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.    Sebagai alat nutritif untuk mendapatkan bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
b.    Sebagai alat sisa pembuangan metabolism
c.    Sebagai alat pernapasan dimana janin mengambil O2 dan membuang CO2.
d.    Menghasilkan hormon pertumbuhan dan persiapan pemberian ASI.
e.    Sebagai alat penyalur antibody ke tubuh janin
f.     Sebagai barier atau filter
2.   Air Ketuban/ Likuor Amnii ( Manuaba, 1998 )
Jumlah likuor amnii antara 1000ml sampai 1500ml pada kehamilan aterm. Berat jenisnya antara 1,007 sampai 1,008. Likuor amnii terdiri dari 2,3% bahan organic (protein, vernik kaseosa, rambut lanugo, zat lemak, lesitin, dan spingomielin) dan 97% sampai 98% bahan organic (air, garam yang larut dalam air). Peredaran cairan ketuban sekitar 500cc/jam atau sekitar 1% yang ditelan bayi dan dikeluarkan sebagai air kencing. Bila akan terjadi gangguan peredaran air ketuban menimbulkan akan hidramnion yaitu jumlah cairan ketuban melebihi 1.500ml. hidramnion dijumpai pada kasus anensefalus, spinabifida, agenesis ginjal, korio angenoma plasenta.
Gambar 1.2 air ketuban
Sumber : http://www.google.co.id/imglanding?.wordpress.com/2008/03/1.

Air ketuban dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian untuk:
a.       Menentukan jenis kelamin
b.       Kematangan paru-paru janin
c.       Golongan darah
d.       Factor rhesus
e.       Kelainan congenital lainnya

Fungsi air ketuban:
a.    Saat hamil berlangsung
1)   Memberikan kesempatan berkembangnya janin dengan bebas ke segala arah.
2)   Menyebarkan tekanan bila terjaddi trauma langsung.
3)   Sebagai penyangga terhadap panas dan dingin.
4)   Menghindari trauma langsung terhadap janin.
b.    Saat inpartu
1)   Menyebarkan kekuatan his sehingga serviks dapat membuka.
2)   Membersihkan jalan lahir karena mempunyai kemampuan sebagai desinfektan.
3)   Sebagai pelican saat persalinan







B.     Konsep proses persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi ( janin dan uri ) yang telah cukup bulan atau yang telah dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan ( Manuaba, 1998)
1.        Proses terjadinya persalinan ( Manuaba, 1998)
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menim­bulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his.
Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang dominan saat hamil, yaitu:
a. Estrogen.
1.    Meningkatkan sensitivitas otot rahim.
2.    Memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
b. Progesteron.
1.    Menurunkan sensitivitas otot rahim.
2.    Menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin. rangsangan mekanis.
3.    Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.

Estrogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron menye­babkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalani bentuk Braxton Hicks.
Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat inulainya persalinan. oleh karena itu makin tua hamii fre­kuensi kontraksi makin sering.Oksitosin diduga bekerja bcrsama atau melalui prostaglandin yang makin me­ningkat mulai dari umur kehamilan minggu ke- 15. Di samping itu faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat rnemberikan pcngaruh penting untuk dimulainya kontraksi rahim.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan:
a.    Teori keregangan.
1)   Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2)   Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.
3)   Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan ter­tentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
b.   Teori penurunan progesteron.
1)   Proses pennaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, di mana terjadi
penimbunan jaringan ikat, peinbuluh darah mengalarni penyempitan dan buntu.
2)   Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sen­sitif terhadap oksitosin.
3)   Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
c.    Teori oksitosin internal.
1)   Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
2)   Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sen­sitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
3)   Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat mulai.
d.   Teori prostaglandin.
1)   Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.
2)   Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
3)   Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
e.   Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenal is.
1)      Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973.
2)      Maipar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, hasilnya keha­milan kelinci berlangsung lebih lama.
3)      Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan.
4)      Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipothalamus­pituitari dengan mulainya persalinan.
5)      Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.

2. Permulaan terjadi persalinan
Dengan penurunan hormon progesteron menjelang persalinan dapat terjadi kontraksi. Kontraksi otot rahim menyebabkan:
a.       Turunnya kepala, masuk pintu alas panggul, terutama pada primigravida minggu ke-36 dapat menimbulkan sesak di bagian bawah, di atas simfisis pubis dan sering ingin kencing atau susah kencing karena kandung kemih tertekan kepala.
b.       Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.
c.       Terjadi perasaan sakit di daerah pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya pleksus Frankenhauser yang terletak sekitar serviks (tanda persalinan palsu—false labour).
d.       Terjadi perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot rahim.
e.       Terjadi pengeluaran lendir, di mana lendir penutup serviks dilepaskan.
3. Gambaran Perjalanan Persalinan secara Klinis( Manuaba, 1998)
a. Tanda persalinan sudah dekat
1)   Terjadi lightening
Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri kare­na kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan:
a)  kontraksi Braxton Hicks
b)  ketegangan dinding perut
c)  ketegangan ligamentum rotundum
d)  gaya berat janin di mana kepala ke arah bawah.

Masuknya kepala,bayIke pintu atas panggul dirasakan ibu hamil:
a)  terasa ringan di bagian atas, rasa sesaknya berkurang.
b)  di bagian bawah terasa sesak.
c)  Terjadi kesulitan saat berjalan.
d)  Sering miksi (beser kencing).

              Gambaran lightening pada primigravida menunjukkan hubungan normal an­tara ketiga P yaitu, power (kekuatan his), passage (jalan lahir normal) dan pas­sanger (janinnya dan placenta). Pada multipara gambarannya tidak jelas, karena kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.
2)   Terjadinya his permulaan.
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Kontraksi ini dapat dikemukakan sebagai keluhan, karena dirasakan sakit dan mengganggu. Kontrak­si Braxton Hicks terjadi karena perubahan keseimbangan estrogen, progesteron, dan memberikan kesempatan rangsangan oksitosin.
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang, sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering, sebagai his palsu.
Sifat his permulaan (palsu)
a)    Rasa nyeri ringan di bagian bawah.
b)    Datangnya tidak teratur.
c)    Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda.
d)    Durasinya pendek.
b.Tanda persalinan.
1)   Terjadinya his persalinan.
His persalinan mempunyai sifat:
a)   Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan.
b)   Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar.
c)   Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks.
d)   Makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah.
2)    Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda).
Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan:
·      Pendataran dan pembukaan.

c.        Pembagian waktu persalinan.
1)   Persalinan kala I.
Yang dimaksudkan dengan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung an­tara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pem­bukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan­jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkanmulti­gravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida I cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam. Dengan perhi­tungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan.

2)   Kala II atau kala pengusiran.
Gejala utama kala H (pengusiran) adalah
a)      His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.
b)      Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cair­an secara mendadak.
c)      Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan men­gejan, karena tertekannya fleksus Frankenhouser.
d)      Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga ter­jadi:
·  Kepala membuka pintu
·   Subocciput bertindak sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka, dan kepala seluruhnya.
e)      Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu penyesuaian kepala pada punggung.
f)       Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan:
·   Kepala dipegang pada os occiput dan di bawah dagu, ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
·   Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi.
·   Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
g)      Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multigravida 30 menit.

3)   Kala III (pelepasan uri).
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim.
Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda di bawah ini:
a)   Uterus menjadi bundar
b)   Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
c)   Tali pusat bertambah panjang
d)   Terjadi perdarahan.
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara Crede pada lun­dus uteri.

4)   Kala IV (observasi).
Kala IV diniaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan:
a)Tingkat kesdclaran penderita.
b)Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernapasan.
c)Kontraksi uterus.
d)Terjadinya perdarahan.

Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
Untuk meningkatkan kekuatan his dan mengejan Iebih berhasil gunz, posisi par­turien sebagai berikut:
a)    Badan dilengkungkan sehingga dagu menempel pada dada.
b)      Tangan merangkul paha sehingga pantat sedikit terangkat yang menyebabkan pelebaran pintu bawah panggul melalui persendian sacro-coccygeus.
c)      Dengan jalan demikian kepala bayi akan ikut serta membuka diafragma pel­vis dan vulva-perineum semakin tipis.
d)      Sikap ini dikerjakan bersamaan dengan his dan mengejan, sehingga resultante kekuatan menuju jalan lahir.
Kekuatan his (kontraksi) rahim pada kala ketiga.
Setelah istirahat sekitar 8 sampai 10 menit rahim berkontraksi untuk'melepaskan plasenta dari insersinya, di lapisan Nitabusch. Pelepasan plasenta dapat mulai dari pinggir atau dari sentral dan terdorong ke bagian bawah rahim. "Untuk melahirkan plasenta diperlukan dorongan ringan secara Crede
5)  Kekuatan his pada kala IV.
Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitudo sektfar 60 sampai 80•mm Hg, kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh inteFVal pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi yang kuat dan pembentukan trombus terjadi penghentian pengeluaran darah postpartum. Kekuatan his dapat diperkuat dengan memberi obat uterotonika. Kontraksi ikutan saat menyusui bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum, karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjar•ipofisis posterior.

Pengeluaran oksitosin sangat penting yang berfungsi:
a)   merangsang otot polos yang terdapat di sekitar alVeolus kelenjar mamae, se­hingga ASI dapat dikeluarkan.
b)  oksitosin merangsang kontraksi rahim.
c)  oksitosin mempercepat involusi rahim.
d)   kontraksi otot rahim yang disebabkan oksitosin mengurangi perdarahan postpartum.

Dalam batas yang wajar maka rasa sakit postpartum tidak memerlukan pengo­batan serta dapat diatasi dengan sendirinya.

C.     Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini
1.   Pengertian
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut.berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina servik (sarwono prawiroharjop,2002) Adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2005 )
Ketuban pecah dini, yaitu, bocornya cairan amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering, ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam, juga terjadi risiko peningkatan infeksi intrauterine(Ben-zion Taber, M.D. 1994)
Gambar 1.3 ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (dr. chrisdiono, 1995)

2.   Etiologi (James R Scott.2002)
Penyebab ketuban pecah dini (KPD) mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.    Serviks inkopeten
b.    Ketegangan rahim berlebihan; kehamilan ganda, hidramnion
c.    Kelainan letak janin dalam rahim, letak sunsang, letang lintang
d.    Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, sepalopelvik disproforsi
e.    Kelainan bawaan dari selaput ketuban
f.     Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga menyebabkan ketuban pecah.

3.   Patofisiologi (James R Scott. 2002)
     Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :
a.       Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
b.       Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
c.       ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
d.       infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion.
e.       mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
f.        tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
g.       Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).

    
Gambar 1.4 ketuban pecah
Sumber : mirzachimoey.wordpress.com/2011/...ah-dini/

4.   Penatalaksanaan menurut buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
a.    Konservatif
1.       Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
2.       Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3.       Umur kehamilan kurang 37 minggu.
4.       Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
5.       Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
6.       Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
7.       Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
8.       Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
b.    Aktif
1.       Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.
2.       Induksi atau akselerasi persalinan.
3.       Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan.
4.       Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan.

        Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban
1.       Yang harus segera dilakukan:
a)   Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
b)   Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini. Ambil nafas dan tenangkan diri,
2.       Yang tidak boleh dilakukan:
a)Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi kuman.
b)Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari, karena air ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya lebih tinggi.

5.   Komplikasi(James R Scott. 2002)
a.    Ibu
infeksi maternal : korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis

b.   Anak
1)   penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin
2)   trauma pada waktu lahir
3)   Premature

6.   Pemeriksaan Penunjang
a.    Hitung Darah Lengkap dengan Apusan Darah.
Leukositosis digabung dengan peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi intrauterin.
b.  Diagnosis banding
Diagnosis banding hams mencakup kemungkinan inkontinensia urin. Karena urin biasa­nya asam, perbandingan pH urin dan pH vagina membantu dalam membedakan.
c. Ultrasonografi:
Pengukuran diameter biparietal, sirkumferensia tubuh janin, dan patt­jangnya leniiir memberikan perkiraan umur kehamilan. Diameter biparietal lebih besar dari 9,2 cm pada pasien nondiabetes atau plasenta tingkat III biasanya berhubungan de­ngan maturitas paru janin. Sonografi dapat mengidentifikasi kehamilan ganda, anomali janin, atau melokalisasi kantong cairan amnion pada a mnlosentesis.
d.Amniosentesis:
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kema­tangan paru janin (rasio L/S: fosfatidilgliserol; fosfatidilkolin jenuh). Pewarnaan Gram dan hitting koloni kuantitatif membuktikan adanya infeksi intrauterin.
e.Pemantauan janin
Membantu dalam evaluasi janin.   
f.  Protein C-reaktif:
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan awal korioamnionitis.










BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI
A.     Pengkajian
1.    Sirkulasi
a. Hipertensi, edema patologis dan penyuakit jantung sebelumnya.
b. Integritas ego
c. Adanya ansietas sedang
2.    Makanan atau cairan
ketidak adekuatan atau penambahan berat badan berlebihan yang terjadi pada hidroamnion
3.    Nyeri atau ketidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama paling sedikit 30 detik dalam 30 – 60 menit
4.    Pernafasan
Mungkin perokok berat
5.    Keamanan
Infeksi mungkin ada ( misalnya ISK atau infeksi vagina )
6.    Sekualitas
Tulang servikal dilatasi, membrane amnion mungkin rupture, pendarahan trimester III, aborsi sebelumnya , persalinan preterm, uterus distensi berlebihan
7.    Integritas social
Dari kelas social ekonomi yang rendah
8.    Penyuluhan pembelajaran
Ketidak adekuatan atau tidak adanya perawatan prenatal, mungkin dibawah usia 18 tahun atau lebih dari 40 tahun, penggunaan alcohol atau penggunaan obat – obatan.
9.    Temukan kajian yang lain
a.    Keluar cairan bening dari vagina secara mendadak, dengan diikuti drainase
b.    Vagina penuh dengan cairan pada pemeriksaan speculum
Data subjek:
1)   Pancaran involunter atau kebocoran
2)   Cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas
3)   Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus
4)   Riwayat haid
5)   Umur kehamilan diperkirakan dari haid terakhir


Data objek:
1)      Pemeriksaan fisik
2)      Pemeriksaan umum : suhu normal terutama di sertai infeksi
3)      Pemeriksaan abdomen : uterus lunak dan tidak ada nyeri tekan
4)      Pemeriksaan pelic : pemeriksaan spekulum steril pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan di latasi servik.

B.     Diagnosa Keperawatan (Rustam mochtar, 1998)
1.       Resti gawat janin b.d partus tak maju
2.       Resti infeksi intrapartal b.d septicemia
3.       Intoleransi aktifias b.d premeturus iminen
4.       Resti terjadi komplikasi IUFD b.d cairan ketuban kernig

C.     Intervensi Keperawatan
1.   Resti gawat janin b.d partus tak maju
a.       Kaji posisi janin
b.       Montor DJJ
c.       Lakukan peeriksaan dalam untuk mengetahui kemajuan persalinan, pembukaan servik
d.       Kolaborasi dengan dokter bila di perlukan tindakan operatif
e.       Kolaborasi dengan dokter anak bila diperlukan resustasi setelah persalinan
2.   Resti infeksi intrapartal b.d septicemia
a.       Kaji keadaan ibu selama persalinan
b.       Monitor TTV, apakah ada demam
c.       Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan invasive infus 30 tpm
d.       Berikan antibiotic dan anti septic sesuai program

3.   Intoleransi aktifitas berhubungan dengan premeturus iminen
a.       Anjurkan bedres selama ketuban masih keluar
b.       Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
c.       Anjurkan untuk mengurangi aktifitas sampai kehamilan aterm

4.   Resiko tinggi terjadi komplikasi IUFD b.d ketuban kering
a.       Kaji apakah air ketuban kering
b.       Kaji umur kehamilan pasien
c.       Monitor DJJ dan gerakan janin
d.       Kolaborasi untuk pemeriksaan USG
BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
            Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
            Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: Infeksi, Servik yang inkompetensia, Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus), misalnya (trauma, hidramnion, gemelli), Kelainan letak, Keadaan sosial ekonomi, dan factor lain
            Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
            Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.
            Asuhan keperawatan ibu hamil dengan masalah ketuban pecah dini memerlukan penanganan yang tepat dengan pengkajian yang komprehensif, diagnose yang tepat serta pemilihan rencana tindakan antara koservatif dan aktif sesuai dengan umur kehamilan dapat menurunkan resiko dan kematian ibu dan bayi.

B.     Saran
1.  Sebagai seorang perawat untuk menanggapi masalah Ketuban Pecah Dini, perawat harus mempunyai skill dan kemampuan untuk mengatasi suatu masalah terjadinya Asuhan Keperawatan ibu dengan Ketuban Pecah Dini
2.  Perawat harus dituntut untuk menjadi perawat yang profesional dimana perawat dapat berfikir kritis dalam mengatasi masalah yang terjadi pada pasien yang mengalami Ketuban Pecah Dini
3.  Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa mengenal lebih dalam tentang “Asuhan Keperawatan ibu dengan Ketuban Pecah Dini”.        
4.  Diharapkan kepada pihak pendidikan untuk memperbanyak buku tentang keperawatan maternitas terutama tentang masalah ketuban pecah dini.























Daftar pustaka
James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.
Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran Bandung, 1993.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana. Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004
Helen Varney, 2000, Buku saku bidan, Jakarta.
IBG Manuaba, 1998, Ilmu kebidanan dan penyakit kandungan dan keluarga berencana.
Rustam mochtar, 1998, synopsis jilid I, Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC.