Rabu, 29 Februari 2012

Parkinson


BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.  Proses Penuaan
1.    Definisi
Penuaan merupakan proses secara berangsur mengakibatkan perbahan yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan yang berakhir dengan kematian. Penuaan juga menyangkut perubahan struktur sel, akibat interaksi sel dengan lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan perubahan generatif. (Marry ANN Christ et al, 1993, dikutip oleh Hardywinoto dan Toni Setiabudi, 1999).
Proses menua merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami setiap orang. Proses menua juga merupakan proses yang terus -menerus (berlanjut) secara alami, dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. (Constantinides, 1994).
2.    Teori - Teori Penuaan
Secara umum, teori penuaan dibagi menjadi beberapa teori yaitu:
a      Teori genetic
Teori genetic memfokuskan mekanisme penuaan yang terjadi pada nucleus sel. Penjelasan teori yang berdasarkan genetic diantaranya sebagai berikut:
1)   Teori hayflick.
Menurut studi hayflick dan moorehead (1961), penuaan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain perubahan fungsi sel, efek kumulatif dari tidak normalnya sel, dan kemunduran sel dalam organ dan jaringan.
2)   Teori kesalahan.
4
Dalam teori ini dinyatakan bahwa kesalahan dalam proses atau mekanisme pembuatan protein akan mengakibatkan beberapa efek. Penutunan ketepatan sintesis protein secara spesifiktelah dihipnotiskan penyebabnya, yaitu ketidaktepatan dalam penyiapkan pasangan kodon mRNA dan antikodon tRNA. Namun, penelitian terakhir ternyata bertentangan dengan teori kesalahan, yang menerangkan bahwa tidak semua penuaan sel menghimpun molekul non-spesifik dan penuaan itu tidak selamanya dipercepat ketika molekul non-spesifik ditemukan.
3)   Teori DNA lewah (kelebihan DNA).
Medvedev (1972) mengemukakan teori yang berhubungan dengan teori kesalahan. Ia percaya bahwa perubahan usia biologis merupakan hasil akumulasi kesalahan dalam memfungsikan gen (plasma pembawa sifat).
4)   Teori rekaman.
Rekaman (transcription) adalah tahap awal dalam pemindahan informasi dari DNA ke sintesis protein

b      Teori nongenetik
Teori nongenetik memfokuskan lokasi diluar nucleus sel, seperti organ, jaringan, dan sistem. Teori yang berdasatkan nongenetik antara lain sebagai berikut:
1)   Teori radikal bebas.
Pada dasarnya radikal bebas adalah ion bermuatan listrik yang berada diluar orbit dan berisi ion tak berpasangan. Radikal bebas mampu merusak membrane sel, lisosom, mitokondria, dan inti membran melalui reaksi kimia yang disebut peroksidasi lemak. Teori radikal bebas pada penuaan ditinjukkan oleh hormone. Perubahan hormone pada penuaan menunjang reaksi radikal bebas dan akan menimbulkan efek patologis, seperti kanken dan aterosklerosis. Penelitian telah dikembangkan untuk melihat fungsi antioksidan pada radikal bebas. Vitamin E, vitamin C, selenium, glutation peroksidase, dan superoksidase dismutase telah digunakan untuk menghambat radikal bebas dan peroksidase lemak. Pengaruh dari penghambatan radikal bebas mencegah degenerasi sel.
2)      Teori autoimun.
Menurut autoimun, penuaan diakibatkan oleh antibody yang bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Reaksi itu terjadi karena tubuh gagal mengenal sel normal dan memproduksi antibodi yang salah. Akibatnya, antibodi itu bereaksi terhadap sel normal, disamping sel abnormal yang menstimulasi pembentukannya.




3)      Teori hormonal.
Donner Donckle percaya bahwa pusat penuaan terletak pada otak. Pernyataan ini didasarkan pada studi hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat menjadi fatal apabila tidak diobati dengan tiroksin, sebab seluruh manifestasi dari penuaan akan tampak, seperti penurunan sisitem kekebalan, kulit kriput, uban, dan penurunan proses metabolisme secara perlahan.
4)      Teori pembatasan energi.
Roy Walford (1986) adalah penganut kuat diet yang didasarkan pada pembatasan kalori, yang dikenal sebagai pembatasan energi. Diet nutrisi tinggi yang rendah kalori berguna untuk meningkatkan fungsi tubuh agar tidak cepat tua. Termasuk dalam program diet adalah pantangan merokok, minum alkohol, dan mengendalikan penyebab stress seperti kecemasan, frustasi, atau stress yang disebabkan oleh kerja keras.
5)      Teori immunologi slow virus.
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
6)      Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
7)      Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
8)      Teori program   
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.





3.    Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia
a      Perubahan-perubahan fisik
1)   Sel.
a)    Lebih sedikit jumlahnya.
b)   Lebih besar ukurannya.
c)    Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
d)   Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
e)    Jumlah sel otak menurun.
f)     Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
g)      Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2)   Sistem persyarafan
a)    Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya).
b)      Cepatnya menurun hubungan persarafan.
c)      Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
d)      Mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
e)      Kurang sensitif terhadap sentuhan.

3)   Sistem Pendengaran
a)    Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran). Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
b)    Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .
c)    Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
d)   Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres.

4)   Sistem penglihatan
a)    Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b)    Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c)    Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
d)   Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
e)    Hilangnya daya akomodasi.
f)     Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.
g)     Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5)   Sistem kadiovaskuler
a)    Elastisitas dinding aorta menurun.
b)   Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c)    Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d)   Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak.
e)    Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
6)   Sistem pengaturan temperatur tubuh
a)    Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun.
b)   Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun.
7)   Sistem respirasi
a)    Otot-otot pernafasan kehilang an kekuatan dan menjadi kaku.
b)   Menurunnya aktivitas dari silia.
c)    Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d)   Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e)     Kemampuan untuk batuk berkurang.
f)     Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.   
8)   Sistem gastrointestinal
a)    Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
b)   Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapan di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
c)    Eosephagus melebar.
d)   Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e)    Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f)     Daya absorbsi melemah.
9)   Sistem genitourinaria
a)    Ginjal
b)   Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
c)    Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
10)    Sistem endokrin
a)    Produksi semua hormon menurun.
b)   Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat.
c)    Menurunnya produksi aldosteron.
d)   Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.
11)  Sistem Kulit
a)    Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b)   Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
c)    Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
d)   Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
e)    Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
f)     Pertumbuhan kuku lebih lambat.
g)    Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
h)    Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

12)    Sistem muskuloskletal
a)    Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh.
b)   Kifosis
c)    Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
d)   Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
e)    Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
f)     Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil).Otot-otot serabut mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.
g)    Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.
b      Perubahan-perubahan  mental
1)   Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental.
a)    Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b)   Kesehatan umum
c)    Tingkat pendidikan
d)   Keturunan (Hereditas)
e)    Lingkungan
2)   Kenangan (Memory).
a)    Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan.
b)   Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan buruk.
3)   IQ (Inteligentia Quantion).
a)    Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
b)   Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
c      Perubahan-perubahan psiksosial
1)   Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
a)    Kehilangan finansial (income berkurang).
b)   Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
c)    Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
d)   Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
2)      Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality)
3)      Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
4)       Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
5)      Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan.
6)      Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
7)      Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
8)       Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
9)      Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family.
10)  Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.
d      Perubahan-perubahan spiritual
1)      Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow,1970)
2)      Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,1970).
3)      Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai keadilan.
4.    Batasan-Batasan Lanjut Usia
a         Batasan usia menurut WHO meliputi :
1)   usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
2)   lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
3)   lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun
4)   usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
b        Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut : “Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.
B.  Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Pada Lansia
Sistem persarafan pada lansia yang telah mengalami perubahan adalah sebagai berikut :
1.    Otak
Penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole. Corpora amilasea terdapat dimana-mana dijaringan otak.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat.

2.    Saraf Otonom
Pusat penegndalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase.
Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah terjatuh.





3.    Sistem Saraf Perifer
a      Saraf aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.
b      Saraf eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf perifer.

4.    Medulla spinalis
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan sendinya secara maksimal.

C.  Masalah-masalah Perubahan Sistem Persarafan Pada Lansia
Adapun masalah-masalah perubahan sistem persarafan pada lansia adalah sebagai berikut, yaitu :
1.    Gangguan pola istirahat tidur
Seringkali lansia mengalami perubahan pola tidur  atau perbandiangan bangun dan pengaturan suhu pada lansia. Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Gangguan pola tidur dan pengaturan suhu terjadi akibat adanya penurunan pada hypothalamus pada lansia.

2.    Gangguan gerak langkah (GAIT)
   Pada usia lanjut secara fisiologik terdapat perubahan gerak langkah menjadi lebih pendek dengan jarak kedua kaki lebih lebar, rotasi pinggul menurun dan gerak lebih lambat (Hadi Martono, 1992).
Keadaan ini sering diperberat oleh gangguan mekanik akibat penyakit yang menyertai, antara lain adanya arthritis, deformasi sendi, kelemahan fokal atau menyeluruh, neuropati, gangguan visual atau vestibuler atau gangguan integrasi di SSP (Friedman, 1995).



3.    Gangguan persepsi sensori
   Perubahan sensorik terjadi pada jalur sistem sensori dimulai dari reseptor hingga ke korteks sensori, merubah transmisi atau informasi sensori. Pada korteks lobus parietal sangat penting dalam interpretasi sensori dengan pengendaian penglihatan, pendengaran, rasa dan regulasi suhu. Hilang atau menurunnya sensori rasa nyeri, temperature dan rabaan dapat menimbulkan masalah pada lansia.

4.      Gangguan eliminasi BAB dan BAK
            Perubahan sistem saraf pada lansia juga sering terjadi pada sistem pencernaan maupun pada sistem urinari. Hal ini disebabkan karena pada lansia terjadi penurunan sistem saraf perifer, dimana lansia menjadi tidak mampu untuk mengontrol pengeluaran BAB maupun BAK, sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah, seperti konstipasi, obstipasi, inkontinensia urin, dll.

5.      Kerusakan komunikasi verbal
            Pada lansia sering terjadi kerusakan komunikasi verbal, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan atau ketidakmampuan untuk menerima, memproses, mentransmisikan dan menggunakan sistem simbol. Adapun yang menjadi penyebab lain masalah tersebut dikarenakan terjadinya perubahan pada persarafan di sekitar wajah.


D.  Sindrom Parkinson
1.    Pengertian
Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini disebut sebagai Sindrom Parkinson (Rahayu, 2009).

2.    Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya.

a.       Parkinsonismus primer / idiopatik / paralysis agitans
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
b.      Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
c.       Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).

3.      Etiologi
Beberapa penelitian pada penderita penyakit Parkinson (PD) baik penelitian berdasarkan autopsi pasien yang sudah meninggal dan penelitian epidemiologis,  maupun penelitian pada hewan primate yang dibuat menderita PD, menghasilkan beberapa dugaan penyebab PD seperti tersebut di bawah ini (Rahayu, 2009):
a.       Faktor Genetik
Di temukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dam mengakibatkan protein beracun tidak dapat didegradasi di ubiquitin-proteasomal patway. Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel-sel substansia nigra pars compacta (SNc) sehingga menyebabkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari terjadinya PD sporadik yang bersifat familial. Pada penelitian di dapatkan kadar sub unit alfa dari proteasome 20S menurun secara bermakna pada sel neuron SNc penderita PD, dibandingkan dengan orang normal, demikian juga di dapatkan penurunan sekitar 40% 3 komponen ( chymotriptic, trytic dan postacidik) dari proteasome 26S pada sel neuron SNc penderita PD.
Peranan faktor genetik juga ditemukan dari hasil penelitian terhadap kembar monozigot (MZ) dan di ziqot (DZ),

b.      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sebagai penyebab terjadinya PD sudah diteliti sejak 40 tahun yang lalu, sebagian setuju bahan-bahan beracun sperti carbon disulfide, manganese, dan pelarut hidrokarbon yang menyebabkan sindrom Parkinson, demikian juga ensefalitis. Pada penelitian selanjutnya ternyata parkinsonism yang terjadi bukan penyakit Parkinson. Berbagai penelitian telah dilakukan antara lain peranan xenobiotik (MPTP),  pestisida/herbisida, terpapar pekerjaan terutama zat kimia seperti bahan-bahan cat dan logam, kafein, alcohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala, depresi dan stress, semuanya menunjukkan peranan masing-masing melalui jalan yang berbeda dapat menyebabkan penyakit Parkinson maupun Sindrom Parkinson baik pada penelitian epidemiologis maupun eksperimental pada primata. 
c.       Umur (Proses Menua)
Tidak semua orang tua akan menderita Penyakit Parkinson, tetapi dugaan adanya peranan proses menua terhadap terjadinya Penyakit Parkinson didasarkan pada penelitian-penelitian epidemiologis tentang kejadian Penyakit Parkinson. Ditemukan angka kejadian Penyakit Parkinson pada usia 50 tahun di Amerika 10-12 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 200-250 per 100.000 penduduk pada usia 80 tahun. Pada penderita Penyakit Parkinson terdapat suatu tanda reaksi mikroglial pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal, sehingga disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor risiko yang mempermudah terjadinya proses degenerasi di SNc tetapi memerlukan penyebab lain untuk terjadinya Penyakit Parkinson.
d.      Cedera Kranioserebral
Prosesnya belum jelas. Trauma kepala, infeksi dan tumor di otak lebih berhubungan dengan Sindrom Parkinson daripada Penyakit Parkinson.
e.       Stress Emosional
Diduga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya Penyakit Parkinson.






4.      Pathway
5.    Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari penyakit parkinson adalah sebagai berikut :
a.    Gejala Motorik
1)   Tremor / bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
2)   Rigiditas / kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
3)   Akinesia / Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
4)   Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik, dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Di samping itu, kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena berkurangnya gerak menelan ludah.
5)      Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.

6)      Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
7)      Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat.
8)      Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif.
9)      Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
10)  Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)
b.      Gejala Non Motorik
1)      Disfungsi otonom
a)      Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
b)      Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
c)      Pengeluaran urin yang banyak
d)      Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme.
2)      Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
3)      Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
4)      Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)



5)      Gangguan sensasi,
a)      kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
b)      penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan system saraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
c)      berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia).
6.      Komplikasi
Komplikasi terbanyak dan tersering dari penyakit Parkinson yaitu:
a.       Demensia
Demensia  merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan penurunan fungsional yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak. Demensia bukan berupa penyakit berakibat tidak dapat beraktivitas dengan baik.dan bukan lah sindrom. Pikun merupakan gejala umum demensia, walaupun  pikun itu sendiri belum berarti indikasi terjadinya demensia. Orang-orang yang menderita demensia sering tidak dapat berpikir dengan baik .
b.    Aspirasi
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
Menurunnya aktivitas dari silia.
Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
Kemampuan untuk batuk berkurang.
Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.        
c.    Trauma karena jatuh.
Jatuh sering terjadi atau di alami oleh usia lanjut. banyak faktor yang berperan di dalamnya, baik faktor intrinsik dalm diri lansia tersebut seperti gangguan gaya berjalan, kelemahn otot ekstermitas bawah kekakuan sendi, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersadung benda-benda,penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.
1)   Prevalensi
Berdasarkan survey di masyarakat AS, Tinetti ( 1992 ) mendapat sekita 30% lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.
Reuben dkk (1996) mendapatkan insiden jatuh dimasyrakat umum AS lebih dari 65 tahun berkisar 1/3 populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh 0,6/orang. Insiden dirumah-rumah perawatan (nursing home) 3X lebih banyak (Tinetti, 1992).Lima persen dari pnderita jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit.
2)   Mordibitas
Kecelakaan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika serikat tahun 1992, dan no.5 pada 1994 untuk penderita lansia, 2/3-nya akibat jatuh. Kematian akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena sering tidk disadari oleh keluarga atau dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga bisa merupakan akibat penyakit lain misalnya serangan jantung mendadak (tineti, 1992).
Fraktur kolum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada lansia, diderita oeh 200.000 lebih lansia di As pertahun, sebagian besar wanita. Di estimasikan 1% lansia yang jatuh akan mengalami faktur kolum femoris, 5% mengalami perlukan jaringan lunak. Perlukaan jaringan lunak yank serius seperti subdural hematom, hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering merupakan komplikasi akibat jatuh (Kane et al, 1994)
3)   Faktor Risiko
Secara singkat faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu : (kane, 1994)
a)    Faktor-faktor intrinsik (faktor dari dalam)
                                                                           i.            kondisi fisik dan neuropsikiatrik
                                                                         ii.            penurunan visus dan pendengaran
                                                                        iii.            perubahan neuromuskuler, gaya berjalan, dan reflek postural karena proses menua




b)      Faktor-faktor ektrinsik (faktor dari luar)
                                                                           i.            obat-obatan yang diminum
                                                                         ii.            alat-alat bantu berjalan
                                                                        iii.            lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya)
·      Alat-alat atau perengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di bawah
·      Temat tidur / wc yang rendah / jongkok
·      Tempat berpegangan yang tidak kuat.

7.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa (Black, 2009):
a.    EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif).
b.    CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo).

8.    Prognosa
Penyakit Parkinson bukanlah suatu penyakit yang dengan sendirinya bersifat fatal, melainkan Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit yang bertambah parah dengan seiringnya waktu. Perkiraan hidup pasien Penyakit Parkinson biasanya lebih rendah di banding orang yang tidak mempunyai penyakit tersebut. Pada Penyakit Parkinson tahap lanjut, Penyakit Parkinson mungkin dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumonia, dan jatuh yang dapat menimbulkan kematian.
Progresi dari gejala Penyakit Parkinson mungkin akan memakan waktu 20 tahun atau lebih. Pada beberapa orang, progresi penyakit ini dapat berjalan lebih cepat. Tidak ada cara untuk memprediksi bagaimana Penyakit Parkinson akan bermanifestasi pada seseorang. Dengan penanganan yang baik, kebanyakan dari penderita Parkinson dapat mempunyai hidup yang produktif untuk waktu yang panjang setelah didiagnosa.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa mortalitas meningkat, dan kelangsungan hidup menurun pada pasien di rumah jompo dibanding pasien yang tinggal di komunitas (Rahayu, 2009).



9.    Penatalaksanaan
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan memperlambat atau menghambat perkembangan penyakit dengan pemberian obat dan terapi fisik untuk melatih sel-sel otot.
Menurut Rahayu (2009) penataksanaan penyakit Parkinson dibagi menjadi dua, yaitu:
a.    Farmakologik
Sejumlah obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson di antaranya:
1)      Anticholinergics Benztropine (Cogentin) yang berguna mengendalikan gejala penyakit
2)      Carbidopa/levodopaLevodopa yang merupakan pengobatan utama untuk mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal.
3)      Levodopa diberikan bersamaan carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi efek sampingnya.
4)      Tolcapone (Tasmar). Untuk  mengontrol fluktuasi motor pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Amantadine  (Symmetrel) berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.

b.      Nonfarmakologik
Pelemasan otot-otot, penguatan, dan latihan balans mungkin dapat memperbaiki kecepatan langkah, balans, dan partisipasi aktivitas sehari-hari. Latihan suara yang spesifik dapat mengobati secara efektif gangguan suara dan wicara. Intervensi nutrisi (misalnya diet yang tinggi serat) dapat membantu mengurangi konstipasi. Diet yang tinggi asam amino mungkin mempengaruhi absorbsi levodopa, karenanya, restriksi protein mungkin diperlukan pada pasien yang menunjukkan berkurangnya respon levodopa. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan vitamin E atau antioksidan lainnya.
Penderita PD sangatlah rentan akan osteoporosis, suatu penyakit  yang disebabkan oleh rendahnya densitas mineral pada tulang. Faktor resiko untuk osteoporosis antara lain adalah umur yang lanjut usia, berat badan yang rendah, merokok, asupan alcohol yang tinggi, sedikitnya pemaparan pada siang hari, asupan vitamin D yang tidak adekuat, dan kurangnya latihan menggunakan beban. Osteoporosis dapat menjadi masalah bagi penderita PD yang mempunyai resiko jatuh yang lebih tinggi disbanding orang yang sehat. Hasil yang tidak dapat dipungkiri adalah meningkatnya resiko fraktur, yang dapat berbahaya dan menyebabkan nyeri dan biasanya berefek buruk pada kualitas hidup seseorang.
Untuk mempertahankan kesehatan tulang, diet sebaiknya mengandung makanan yang tinggi kalsium dan vitamin D. Semua orang yang berusia lebih dari 50 tahun sebaiknya mengkonsumsi 1500 mg kalsium dan 800 IU vitamin D tiap hari. Susu dan produk yang mengandung susu merupakan sumber kalsium. Pemberian tiga kali sehari direkomendasikan (1 kali pemberian adalah satu gelas susu atau yogurt, atau satu setengah ons keju). Vitamin D juga dapat diperoleh dengan beraktivitas di luar rumah secara rutin dan mengkonsumsi makanan yang kaya dengan vitamin D (contohnya susu yang diperkaya dengan vitamin D, yogurt atau sereal, dan ikan yang berlemak).

E.   Asuhan Keperawatan Teoritis
1.    Pengkajian
a.    Riwayat Kesehatan
1)      Riwayat penyakit sekarang
Klien dan keluarga akan mengeluh tentang adanya gangguan penurunan fungsi kegiatan sehari-harinya klien. Kekakuan pada berbagai otot tubuh, dan gangguan-gangguan pada fungsi sensori, refleks dan intelek akan didapatkan sehingga perlu dikaji penurunannya untuk memperjelas diagnosa penyakitnya.
2)      Riwayat penyakit dahulu
Perlu dipertanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah klien dapatkan terutama yang mengganggu bagian susunan saraf pusat terutama pada bagian otaknya.
b.      Pemeriksaan Fisik
1)      Inspeksi
Inspeksi adalah dengan sengaja menggunakan mata dan hidung untuk mengumpulkan data. Belajar untuk mengobservasi klien selama pertemuan awal untuk memperoleh petunjuk bermakna yang dapat mempengaruhi pengingatan terhadap pengkajian. Sebagai contoh saat klien memasuki ruangan perhatikan penampilan umur, postur dan cara jalan. Saat menjabat tangan dengan berkenalan perhatikan gengaman mobilitas, kontak mata, bicara, pola pernafasan, warna kulit dan pakaian. Observasi cepat tetapi hati-hati ini dapat menunjukan integritas sistem neorologis dan muskoloskeletal, status mental dan emosional, dan minat serta kemampuan untuk memberikan perawatan mandiri.
Inspeksi berlanjut melalui wawancara dan pengkajian fisik. Pedoman berikut harus dipertimbangkan.
a)      Penerangan dan pemajanan adekuat penting untuk inspeksi warna, ukuran, tekstur, dan mobilitas yang cermat.
b)      Penerangan tangensial mungkin perlu untuk memperhatikan variasi pada permukaan tubuh.
c)      Seperti setiap bagian tubuh yang diperiksa, perhatikan setiap simetri pada sisi tubuh sebaliknya.
d)      Observasi dengan tidak tergesa-gesa, berikan perhatikan yang mendetail dan catat hasil-hasil temuan.
e)      Perhatikan dengan cermat bagaimana klien mengikuti instruksi dan melakukan manuver untuk memperoleh data mengenai kemampuan fungsional.
Deteksi terhadap bau sebagai bagian dari inspeksi adalah penting pada waktu memeriksa lansia. Bau badan yang tidak sedap mungkin akibat dari hygine yang buruk atau penyakit.
Bau parfum dan cologne yang kuat dapat menandakan terbatasnya indra penyiuman. Hasil temuan ini harus mewaspadakan perawat terhadap kemungkinan bahwa keamanan jika klien tidak dapat mendeteksi gas atau rokok.
2)      Palpasi
Palpasi adalah menggunakan tangan dan jari-jari untuk menyampaikan data melalui sentuhan karakteristik pada tekstur tubuh, suhu,ukuran ketajaman, dan gerakan dibedakan dengan bagian-bagian tangan dan jari-jari yang berbeda. Ujung jari adalah yang paling sensitif untuk menyentuh, dengan sensitifitas yang ditingkatkan mengunakan gerak sedikit mememutar. Telapak tangan dan permukaan dorsal digunakan untuk membedakan vibrasi, dan pemukaan dorsal yang paling baik untuk memperkirakan suhu.
Karena sensitifitas terhadap sentuhan dapat dangakal pada tekanan kontinu dan berat jari-jari tangan, perawat harus menggunakan sedikit palpasi pada awalnya. Bila temuan diketahui,seseorang harus melanjutkan pada palpasi dalam. Palpasi dalam selau penting untuk memeriksa isi abdominal. Pariasi palpasi yang spesifik pada lansia adalah sebagi berikut :
a)      Karena sensasi takstil tumpul pada lansia, palpasi yang lebih dalam penting untuk mendapatkan respon pada waktu mengkaji sensasi tentang tajam atau tumpul, ringan atau dalam, panas atau dingin dan nyeri tekan.
b)      Penurunan dalam penglihatan, pendengaran, dan sentuhan memerlukan instruksi diberikan denagn jelas dan dekat untuk menjamin pemahaman adekuat.
c)      Penurunan masa otot,tonus, kekuatan, daya tahan dan kegesitan kalsifikasi kartilago dan ligamen, dan penurunan masa tulang adalah variabel-variabel yang dapat membuat fariasi anggota badan dan persendian menimbulkan nyeri dan kelelahan. Waspadai tanda-tanda ketidak nyamanan dan kelelahan dan ganti pemeriksa sesuai kebutuhan.
d)      Berkurangnya elastisitas kulit dan peningkatan keriput, memerlukan pengkajian turgor pada abdomen.
e)      Penebalan dinding arteri dan penurunan alastisitas mengakibatkan penurunan atau tak adanya nadi pada palpasi.
3)      Perkusi
Perkusi digunakan untuk pengkajian ukur, posisi dan densitas struktur dasar. Metode perkusi langsung yang dilakukan dengan menyentuh permukaan tubuh secara langsung dengan satu atau dua jari secara terpisah. Metode yang tidak langsung digunakan paling umum, dilakukan dengan menempatkan palang distal jari-jari tengah (pleksimeter) tangan non domian mendatar terhadap dengan area yang diperkusi.



Bunyi-binyi yang dihasilkan oleh perkusi yang diklasifikasikan menurut sifat akustik dari nada yang dihasilkan dari yang paling keras sampai yang paling lembut diantaranya :
a)      Timpani
b)      Hipersonon
c)      Resonan
d)      Pekak
e)      Datar
4)      Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendenagrkan suara yang dihasilkan oleh organ-organ dan jaringan-jaringan tubuh. Ini adalah alat klinis yang digunakan paling sering untuk mengkaji jantung, paru-paru, leher, dan abdomen.
Bunyi yang dikarakteristik menurut tinggi nada, intensitas, kualitan dan durasi. Tinggi nada adalah ukuran gelombang perdetik; makin banyak gelombang menghasilkan frekuensi dan tinggi nada lebih tinggi.
Bunyi yang dihasilkan dan direntang dari tinggi ( bunyi keras) sampai rendah ( bunyi lembut). Auskultasi pada bunyi memerlukan suatu pengkajian pada karakteristis ini sehingga penentuan normal atau abnormal dapat dibuat.

c.    Pengkajian status mental
Inspeksi yang terkonsentrasi dan menghargai oleh perawat terhadap klien yang berjalan masuk keruangan, menemuai perawat, dan mengikuti instruksi singkat memberikan kesan menyeluruh dari status kesehatan umum klien. Observasi ini tidak dihubungkan dengan beberapa sistem tubuh tertentu atau sistem-sistem tetapi merefleksikan pengamatan pada klien dari kepala hingga kaki. Tujuan pengkajian status mental atau fungsi serebri adalah untuk menentukan fikiran-fikran dan proses mental yang mempengaruhi pada pencapaian tingkat optimal dari fungsi lansia.  Komponen penting pada pengkajian ini adalah indentifikasi pada terhadap perkembangan historis dari gejala dan prilaku.
Pengkajian status mental terintegrasi didalam wawancara dan pemeriksaan fisik. Evaluasi kesadaran dan orientasi, kemampuan kognitif, lam perasaan dan afek. Observasi penampilan fisik, prilaku koman dan respon-respon terhadap pertanyaan. Pengkajian jika abnormalitas terdeteksi bagaimana pun waspadai dalam menggunakkan alat-alat ini, untuk mereka yang tidak dinilai mengalami defisit sensori, kultur dan gaya hidup lansia. 

Langkah
Temuan normal/ variasi individu penyimpangan.
Inspeksi klen dan cara klien menyesuaikan lingkungan saat klien masuk ruangan



Perkenalan diri dan berikan jabatan
tangan










Posisi diri pada setinggi mata dengan klien dan jelaskan tujuan pertemuan







Observasi kulit ( terutama wajah), rambut, dan kecepatan dan kebebasan gerakkan tubuh untuk mendapatkan petunjukan terhadap perkiraan penampilan usia.








Inspeksi perkembangan tubuh













Perhatikan cara berdandan atau hygine









Observasi ekspresi wajah














Perhatikan bicara: pemahaman








Artikulasi








Perhatikan status mental orientasi





Perhatian dan konsentrasi














Penelian






Memori
Manuver dengan amam dan bertujuan dalam lingkungan penyimpangan berjalan tanpa tujuan, ragu-ragu, mundur, tau postur dan gerakan agresif.

Klien membuat kontak mata; eskpresi wajah tepat dengan pecakapan teraupetik, memperkenakan diri, dan menjulurkan tanggan.
Penyimpangan klien tidak membuat kontak mata, menarik diri dari berjabat tangan; tidak menyambut pemeriksaan dengan ekspresi wajah,bicara, atau menjabat tangan.

Klien mendengarkan dengan perhatian dan menerima komunikasi dengan anggukan, komentar pendek, dan kalimat; ajukan pertanyaan untuk klarifikasi.
Penyimpangan ekspresi wajah menujukkan ansietas, nyeri, apatis, bermusuhan, takut, mudah teralihkan perhatiannya.

Keriput, berkerut, dan garis kerut dahi; keabu-abuan, kering, atau rambut rapuh.
Penurunan kecepatan sdan koordinasi; penggunaan alat bantuambulasi; langkah kaku dan kecil dengan postur terhenti.
Penyimpangan garis nyata keriput mata; tak ada rambut kulit kepala atau hirsutisme; kaki diseret, timpang; tremor, kontraktur,gerakan asimetris; postur kaku. 

Berat badan dan tinggi badan dalam norma yang diterima untuk usia; ukuran dan bentuk bagian tubuh simetris sedikit membawa deformitas sudut siku, pergelangan tangan,jari-jari tangan, atau leher; otot dan tendon lebih menonjol.
Redistribusi lemak dari ekstrimitas kebatang tubuh
Penyimpangan tinggi atau pendek berlebihan; penurunan otot atau kelompok otot;  kegemukan atau penampilan kakeksia

Rambut bersih tersisir, kuku bersih dan pendek; mungkin dangkal dan rapuh pakaian bersih dan tepat tak berbau.
Penyimpangan rambut tak bersisir dan kotor; kuku kotor dan kasar; pakaian kotor, tidak rapi; pakai tak tepat, kacau dalam kombinasi; bau badan tak sedap; nafas bau busuk,bau buah,seperti amoniak.

Membuat kontak mata, tersenyum, dan menunjukan penuh fikiran,ekspresi relatif tepat pada percakapan,gambaran wajah simetris.
Penyimpangan tak ada kontak mata; wajah kurang gerak, kaku, lingkungan gelap sekitar mata, menyembunyikan mulut dibelakan tangan,bila bicara atau tersenyum (tegang, taku); merintih (nyeri); pucat, berkeringat, atau menagis; gambaran semetris sebai bukti para litis, kontraktur, atrofi otot, dan lurus.

Mengikuti instruksi sederhana,menjawab pertanyaan,
Penyimpangan kesulitan berespon terhadap pertanyaan dan instruksi pemakaian kata-katA terlalu banyak dan kecendrungan terhadap ide; mengelak berulang kali.

Mengucapkan dengan jelas langkah sedang mneyeluruh dengan pariasi topik yang tepat
Penyimpangan kesulitan artikulasi bunyi bicara khusus; pengiriman cetusan cepat, ragu-ragu, gagap, pengulangan, atau lambat, bicara monoton.

Berorientasi terhadap orang,tempa, dan waktu seperti dibuktikan oleh riwayat
Penyimpangan  tak mampu memberikan data biografi akurat terbaru (nama, alamat, tangal lahir); tak mampu mengidentifikasi tahun,musim,tangal,catatan; bila tak mampu mengingat tentukan petunjuk apa secara normal untuk meningkatkan orientasi sebelum memberi label abnormal.

Menyebutkan riwayat dengan jelas, cara logis dan menjawab pertayaan dengan langsung tanpa menyimpang dari subjek (catatan; pengingatan norma) menghargai pemeriksa dengan tepat selama interaksi
penyimpangan; penurunan atau pelambatan berfikir ( depresi ); menyimpang dari subjek; respon tak relefan; terfragmentasi, inkoheren, proses berfikir tak logis (delerium);penurunan perhatian 
(kelelahan,asietas,atau berhubungan dengan obat)

Respon menunjukan kemampuan untuk mengatur diri, interpersonal, dan aspek sosial dari hidup selama wawancara,
Penyimpangan tak mampu untuk mengevaluasi situasi dan menentukan reaksi yang tepat.

jauh; pengingatan akurat tentang riwayat medis ( catatan: pewawancara harus mempunyai akses untuk jawaban yang benar dari sumber lain)
penyimpangan tak mampu untuk mengingat data, kejadian; konfagulasi.
Terbaru; pengingatan akurat dari peringatan setelah beberapa menit sampai bebrapa jam ragu-ragu.
Penyimpangan tak mampu untuk mengingat data, kejadian.


Isi dan proses pikiran
Rasional, logis, dan pikiran realitis; menyebutkan riwayat dalanm cara yang jelas, brurutan dan logis.
Penyimpangan : Isi delusi; kehilangan asosiasi; inkoheren, tak logis; fllight of ideas
Alam perasaan dan apek
Stabil dalam perasaan terus menerus selama wawancara; ansietas ringan fluktuasi tepat dari apek sesuai dengan subjek yang di dikusikan
Penyimpangan alam perasaan labil, gelisah, takut, rasa ketakutan; tumpul, data., atau apek tak tepat.


1.      Observasi
a)      Gaya berjalan.
Berjalan dengan sikap tubuh bagian atas berflexi sedikit ke depan pada persendian lumbal, kedua tungkai flexi sedikit pada sendi lutut dan panggul serta kedua lengan melekat pada samping badan dengan posisi flexi di siku, dan pergelangan tangan. Langkah berjalan dilakukan setengah diseret dengan jangkauan pendek-pendek.
b)      Bentuk wajah.
Kulit muka halus seperti topeng.
c)      Mata melebar.
                                                         i.            Refleks berkedip hipersensitif.
                                                       ii.            Bicara perlahan dan monoton (tanpa ekspresi)
d)      Tenaga dan kekuatan motorik.
Adanya kekuatan pada berbagai otot karena terganggunya fungsi yang mengatur kegiatan motoriknya. Sehingga kemampuan dan kekuatannya berkurang sama sekali.
e)      Gerakan-gerakan abnormal.
                                                       i.            Tanpa disadari klien gemetar.
                                                      ii.            Jempol dan jari-jemari bergerak seperti memelintir pil secara ritmis.
                                                    iii.            Bila menulis, tulisan kecil dan salah arah.

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa  keperawatan pada klien yang mengalami penyakit Parkinson menurut Myers (2009) adalah sebagai berikut :
a         Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, penyakit yang diderita (Parkinson)
b        Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan, dispagia.
c         Resiko jatuh  bd  Kehilangan Keseimbangan



Sedangkan menurut Doenges (2005), diagnosa keperawatan pada penderita penyakit Parkinson adalah sebagai berikut :
a         Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler (kelemahan otot, tremor, rigidity, dan bradikinesia).
b         Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi vita suara, kelemahan motorik otot wicara.
c         Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, kesulitan menelan, 
d        Kelelahan peran caregiver berhubungan dengan penyakit, psikologis, lamanya pemberian perawatan, depresi, konplik keluarga.
e         Defisit parawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,menurunya     kekuatan,kehilangan kontrol otot/koordinasi.

3.      Intervensi Keperawatan
a.    Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, penyakit yang      diderita (Parkinson)
Kriteria :
Aktivitas klien sebagian dilakukan secara mandiri semampu klien dan dibantu oleh care givernya
Intervensi:
1)   Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan
2)   Tingkatkan mobilitas dan pergerakan yang optimal
3)   Tingkatkan mobilitas ekstremitas, tentukan ROM yang sesuai untuk klien (pasif,aktif,aktif asistif,aktif resistif)
4)   Posisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi
5)   Pertahankan kesejajaran tubuh yang baik saat menggunakan alat bantu
6)   Berikan mobilitas yang progresif
7)   Anjurkan penggunaan lengan yang sakit apabila memungkinkan  kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik




Rasional:
1)   Sebgai indikator untuk mengetahui tingkat mobilitas klien
2)   Latihan fisik dibutuhkan untuk meningkatkan sirkulasi dan kekuatan otot yang diperlukan untuk ambulasi
3)   ROM aktif meningkatkan massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan, ROM pasif meningkatkan mobilitas sendi dan sirkulasi
4)   Agar tidak terjadi komplikasi seperti decubitus
5)   Agar tidak terjadi komplikasi baru seperti jatuh karena kesalahan penggunaan alat bantu.
6)   Agar tidak terjadi kekakuan otot pada daerah yang sakit.
Untuk melatih lengan yang sakit agar tidak terjadi kekakuan Untuk mendapatkan terapi yang tepat dan lebih spesifik.

b.      Hambatan Komunikasi Verbal B. d Penurunan fungsi vita suara, kelemahan    motorik otot wicara
Kriteria hasil:
Klien dapat mentoleransi hambatan komunikasi verbal
Intervensi:
1)  Kaji tanda tanda hambatan komunikasi verbal
2)  Kaji faktor penyulit komunikasi
3)  Sampai kan informasi / berkomunikasi dengan klien dengan nada yang jelas dan mudah di mengerti klien dan kalau perlu di ulang ulang.
4)  Dorong klien untuk berkomunikasi non verbal
5)  Ajarkan komunikasi alternatif seperti komunikasi dengan pesan / tulisan

Rasional:
1)    Untuk mengetahui tanda-tanda hambatan komunikasi
2)    Untuk mengetahui faktor penyulit pada klien
3)    Agar klien mengerti dengan apa yang disampaikan dengan klien
4)    Agar klien masih bisa berkomunikasi secara non verbal
5)    Agar klien bisa menyampaikan maksudnya yang lebih jelas.

c.       Defisit parawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,menurunya     kekuatan,kehilangan kontrol otot/koordinasi.
Kriteria :
Klien dapat menunjukkan perubahan hidup untuk kebutuhan merawat diri
Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan ,dan mengidentifikasi personal / masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi:
1)      Kaji kemampuan untuk melakukan ADL.
2)      Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
3)      Kolaborasi pemberian pencahar dan konsul ke dokter terapi okepasi
4)      Ajarkan dan dukung klien selama klien aktifitas
5)      Modifikasi lingkungan
Rasional
1)      Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual
2)      Klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
3)      Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau defekasi,untuk mengembangkan terapi dan melegkapi kebutuhan khusus.
4)      dukungan padsa klien selama aktifitas kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri.
5)      modifikasi lingkungan diperlukan untuk mengompensasi ketidakmampuan fungsi.

d.       Resiko jatuh  bd  Kehilangan Keseimbanga
Kriteria : Klien tidak pernah menabrak saat berjalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Intervensi :
1)     Kaji keadaan umum klien
2)     Kaji faktor penyebab jatuh
3)     Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitar
4)     Awasi dengan ketat kagiatan kegiatan yang dilakukan klien
5)     Atur posisi tempat tidur pada posisi terendah
6)     Amankan barang 2 yang dapat menghalangi klien saat berjalan dan beraktivitas
7)     Bantu pasien saat berjalan dan beraktifitas
8)     Anjurkan pada klien untuk berpegang pada hand rell pada saat berjalan
Rasional :
1)    Untuk mengetahui keadaan umum klien 
2)   Untuk mengetahui faktor penyebab jatuhnya agar tidak menjadi aktual dan untuk menentukan intervensi mengatasinya.
3)   Agar klien mengetahui apa saja yang ada di lingkungan dan dapat berinteraksi dengan benar
4)   Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang beresiko menyebabkan jatuh
5)   Untuk mencegah terjadinya jatuh dari tempat tidur yang tinggi.
6)   Untuk mencegah terjadinya jatuh misalnya terpelesat karena menginjak barang yang ada dilantai
7)    Untuk mencegah terjadinya jatuh pada saat berjalan
8)    Untuk melatih klien berjalan secara mandiri dan agar klien tidak jatuh