BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Bab ini menyajikan tentang landasan teori yang terdiri dari konsep dasar dan penatalaksanaan pada klien dengan Isolasi Sosial
A. Konsep Dasar Isolasi Sosial
1. Definisi
Isolasi sosial adalah :Keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam kuantitas yang berlebihan atau tidak cukup atau ketidakefektifan kualitas pertukaran sosial (Townsend,1998)
Isolasi Sosial adalah ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.( Keliat anna budi, 2009).
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Jadi berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan suatu keadaan dimana individu menutup diri dengan lingkungan, masyarakat, dan sulit bersosialisasi dengan orang yang baru dikenal.
2. Proses terjadinya isolasi sosial
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007, hlm. 276) berbagai faktor bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan pada gangguan yang memengaruhi hubungan interpersonal, belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan ini. Mungkin disebabkan oleh kombinasi dari berbagai faktor yang meliputi :
1) Faktor Perkembangan
Menurut Rahmat (2009, hlm. 11) perkembangan manusia mencakup perubahan dan kestabilan berbagai aspek dalam dirinya, mencakup perkembangan fisik, kognitif dan psikososial (perubahan dan stabilitas pada kepribadian dan relasi sosial). Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah sosial (Fitria, 2010, hlm. 33).
2) Faktor Biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif. Penurunan aktivitas neorotransmitter akan mengakibatkan perubahan mood dan gangguan kecemasan. Menurut Townsend (2003, hlm.59) neurotransmitter yang mempengaruhi pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
a) Dopamin
Fungsi dopamin sebagai pengaturan mood dan motivasi, sehingga apabila dopamin menurun pasien akan mengalami penurunan mood dan motivasi.
b) Norepineprin
Norepineprin yang kurang dapat mempengaruhi kehilangan memori, menarik diri dari masyarakat dan depresi.
c) Serotonin
Pasien dengan menarik diri/ isolasi sosial, serotonin cenderung menurun sehingga biasanya dijumpai tanda tanda seperti lemah, lesu dan malas melakukan aktivitas.
d) Asetokolin
Apabila terjadi penurunan asetokolin pada pasien dengan isolasi sosial cenderung untuk menunjukkan tanda-tanda seperti malas, lemah dan lesu.
3) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Contohnya orang yang mengalami kecacatan diasingkan dari lingkungan.
4) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial (Fitria, 2010, hlm. 34).
b. Faktor presipitasi (pencetus)
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:
1) Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti.
2) Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
c. Penilaian Terhadap Stressor
Penilaian terhadap stressor individu sangat penting dalam hal ini. Rasa sedih karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan dapat sangat besar sehingga individu tidak tidak mau menghadapi kehilangan dimasa depan, bukan mengambil resiko mengalami lebih banyak kesedihan. Respon ini lebih mungkin terjadi jika individu mengalami kesulitan dalam tugas perkembangan yang berkaitan dengan hubungan (Stuart, 2007, hlm. 280).
d. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif adalah sebagai berikut :
1) Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
2) Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada hewan peliharaan.
3) Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432 ) terkadang ada beberapa orang yang ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya.
e. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik yaitu sebagai berikut:
1) Proyeksi merupakan Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri( Rasmun, 2004, hlm. 35).
2) Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain (Rasmun, 2004, hlm. 32).
3) Spiliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk (Rasmun, 2001, hlm. 36).
f. Rentang Respon
Bagan rentang respon pada pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif
Menyendiri Otonomi Bekerjasama interdependen |
Merasa sendiri Dependensi curiga |
Menarik diri Ketergantungan Manipulasi curiga |
Skema 2.1 Rentang respon isolasi sosial
Berdasarkan bagan diatas rentang respon sosial pada pasien dengan isolasi sosial dibagi menjadi rentang respon adaptif dan rentang respon maladaptif :
1) Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Menurut Fitria, (2010, hlm. 32) yang termasuk respon adaptif adalah sebagai berikut:
a) Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
b) Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk menentukan dab menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c) Bekerja sama, merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan orang lain.
d) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2) Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk kedalam rentang respon maladaptif menurut (Rasmun, 2004, hlm. 32). adalah sebagai berikut:
a) Menarik Diri
Perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain
b) Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain .
c) Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat menerima hubungan sosial secara mendalam.
d) Curiga
Seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
3. Tanda dan Gejala
a. Menurut keliat anna budi 2009. Tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut :
1) Gangguan pola makan : tidak ada nafsu makan / minum berlebihan
2) Berat badan menurun /meningkat dratis
3) Kemunduran kesehatan fisik
4) Tidur berlebihan
5) Tingal ditempat tidur dalam waktu yang lama
6) Banyak tidur siang
7) Kurang bergairah
8) Tak mempedulikan lingkungan
9) Aktivitas menurun
10) Mondar – mandir / sikap mematung, melakukan gerakan secra berulang (jalan mondar mandir)
11) Menurunnya kegiatan seksual
b. Menurut kumpulan materi keperawatan jiwa RSJ PROV. JABAR tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut
1) Data Subjektif
1) Pasien Menceritakan Perasaan Kesepian Atau Ditolak Orang Lain
2) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Pasien mengatakan hubungan yang tidak aman berada dengan orang lain
4) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
2). Data Objektif
a) Pasien banyak diam dan tidak mau berbicara
b) Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang dekat
c) Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
d) Kontak mata kurang
B. Penatalaksanaan Isolasi sosial
Penatalaksanaan asuhan keperawatn pada pasien isolasi sosial terdiri dari penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan medis:
1. Penatalasanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial meliputi metode pendekatan proses keperawatan dan terapi modalitas.
a. Metode Pendekatan Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan penyelesaian masalah yang sistematis dalam pemberian asuhan keperawatan (Keliat, 2010, hlm. 79). Menurut Perry & Potter (2005, hlm. 144), metode pendekatan proses keperawatn terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi.
1) Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian adalah tahapan pertama dalam proses keperawatan yang untuk mengklasifikan, mengkategori dan menganalisa data dari pasien (Mohr, 2003, hlm. 103).
Dalam keperawatan pengkajian merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif secara sistematis dengan tujuan membuat penentuan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga dan komunitas (Keliat, 2010, hlm 79).
Menurut Keliat (2010, hlm.93) untuk melakukan pengkajian pada pasien dengan isolasi sosial dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi.
Pengkajian yang ditemukan pada teknik wawancara adalah sebagai berikut:
a) Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
b) Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk sendirian.
c) Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
d) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
e) Pasien merasa tidak aman dengan orang lain.
f) Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup.
g) Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi adalah sebagai berikut:
a) Ekspresi wajah kurang berseri
b) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
c) Mengisolasi diri
d) Tidak ada/kurang kontak mata
e) Aktivitas menurun
f) Asupan makanan dan minuman terganggu
g) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.
h) Tampak sedih, afek tumpul
2) Pohon Masalah
Skema pohon masalah isolasi sosial adalah sebagai berikut:
Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri |
Akibat
Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran |
Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetik |
Gangguan konsep diri: harga diri rendah |
Isolasi sosial : menarik diri Masalah utama |
Defisit perawatan diri |
Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat pasien d dirumah |
Gangguan pemeliharaan kesehatan |
Penyebab
Skema 2.2 Pohon masalah isolasi sosial : menarik dir
(Sumber: Keliat, (2006, hlm.20))
3) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual/ potensial pasien terhadap masalah kesehatan, perawat yang berkompeten untuk mengatasinya (Potter & Perry,2005, hlm. 166).
a) Diagnosa utama : Isolasi sosial
b) Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi sosial menurut Keliat (2006, hlm. 20 ) adalah sebagi berikut:
(1) Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
(2) Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
(3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
(4) Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetik
(5) Defisit perawatan diri
(6) Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat pasien dirumah.
(7) Gangguan pemeliharaan kesehatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Fitria (2010, hlm. 36) adalah sebagai berikut:
(1) Isolasi sosial
(2) Harga diri rendah kronis
(3) Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
(4) Koping individu tidak efektif
(5) Koping keluarga tidak efektif
(6) Intoleransi aktivitas
(7) Defisit perawatan diri
(8) Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4) Rencana Asuhan Keperawatan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku kesehatan dimana memiliki tujuan yang berpusat pada pasien dari hasil yang dapat diperkirakan dan ditetapkan, intervensi keperawatan dipilih untuk tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005, hlm. 180)
Menurut Keliat dan Akemat (2010, hlm. 98-99) intervensi keperawatan untuk pasien dengan isolasi sosial adalah :
a) Tujuan
(1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
(2) Pasien dapat menyadari penyebab interaksi sosial
(3) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
(4) Pasien menunjukkan keterlibatan sosial (Wilkinson, 2007, hlm.486)
b) Intervensi Keperawatan untuk Pasien
Intervensi keperawatan untuk pasien menurut Keliat dan Akemat (2010, hlm 98-99) adalah sebagai berikut:
(1) Membina hubungan saling percaya.
(2) Membantu pasien untuk mengenal penyebab isolasi sosial, yaitu dengan cara:
(a) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
(b) Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
(3) Bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman.
(4) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, yaitu dengan cara:
(a) Diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain.
(b) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
(5) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap, yaitu dengan cara:
(a) Memberikan kesempatan pasien memperhatikan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat.
(b) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (perawat, pasien atau keluarga).
(c) Jika pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga atau empat orang dan seterusnya.
(d) Berilah pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
(e) Motivasi pasien untuk terus berinteraksi dengan orang lain dan tingkatkan jadwal aktivitas pasien secara bertahap.
3) Intervensi Keperawatan untuk Keluarga
Intervensi keperawatan keluarga menurut Keliat & Akemat (2010, hlm. 104) adalah sebagai berikut:
(a) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
(b) Jelaskan tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya, penyebab isolasi sosial, cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
(c) Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
(d) Bantu keluarga mempraktekan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan masalah yang dihadapi.
(e) Susun rencana pulang bersama keluarga
5) Implementasi
Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Perry & Potter, 2005, hlm 203). Implementasi pada pasien dengan isolasi sosial yaitu dengan melakukan interaksi yang terencana, singkat, sering dan tidak menuntut, merencanakan aktifitas sederhana satu lawan satu, pertahankan konsistensi dan kejujuran dalam berinteraksi, mengnjurkan pasien berinteraksi dengan teman-temanya secara bertahap, serta berikan keterampilan sosial (Isaacs, 2001, hlm. 127).
6) Evaluasi
Evaluasi adalah langkah evaluasi dari proses keperawatan, mengukur respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan (Perry & Potter, 2005, hlm. 216). Hal yang perlu dievaluasi pada pasien dengan isolasi sosial adalah kemampuan pasien mengikuti jadwal rutin untuk aktivitas sehari-hari, pasien menunjukkan perilaku yang tepat dalam situasi sosial, pasien menunjukkan afek yang sesuai dengan perasaan, pikiran dan situasi, serta pasien menunjukkan perbaikan interaksi sosial dengan orang lain (Isaacs, 2005, hlm. 163).
b. Terapi Modalitas
Suatu kegiatan yang diberikan kepada seseorang secara teraupetik sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.
1) Terapi Individual
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara berpikir dan perilakunya (Videbeck, 2008, hlm. 69). Terapi individual pada pasien dengan isolasi sosial bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang gangguan dan gejala perilaku, mengajarkan kepada pasien tentang cara mendapat bantuan jika perlu, mengajarkan kepada pasien keterampilan sosial, aktivitas kehidupan sehari-hari dan keterampilan berkomunikasi (Copel, 2000, hlm. 87).
2) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan pasien dengan keluarganya (Videbeck, 2008, hlm. 70). Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien.
3) Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin oleh seorang terapis atau petugas kesehatan yang terlatih (Yosep, 2009, hlm. 356).
4) Terapi Lingkungan
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulasi psikologis seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan (Yosep, 2009, hlm. 325).
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi berdasarkan dua metode, yaitu sebagai berikut:
a. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
1) Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan fungsi neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan atau dengan kata lain skizofrenia dapat diobati (Hawari,2001, hlm. 86). Obat antipsikotik terpilih untuk skizofrenia terbagi dalam dua golongan (Hawari, 2001, hlm. 88-89) yaitu antipsikotik tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik atipikal (Klozapin, Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja dengan memblokir reseptor dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik di otak dan antipsikoti atipikal menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin selektif yang menghambat sistem limbik. Memberikan efek antipsikotik (gejala positif) dan mengurangi gejala negatif.
2) Menurut Doenges, (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
a) Coputerized Tomografi (CT Scan)
Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas struktur otak dalam sebuah hasil CT scan (Townsend, 2003, hlm. 318).
b) Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen otak.
c) Positron Emission Tomography
Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa, aliran darah terutama yang terkait dengan psikiatri.
3) Terapi Elektroconvulsif Therapy (ECT)
Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan dengan ECT dilakukan 2 sampai 3 kali per minggu dengan total 6 sampai 12 kali pengobatan (Townsend, 2003, hlm.316).
b. Metode Psikososial
Menurut Hawari (2001, hlm. 90-97) ada beberapa terapi untuk pasien skizofrenia, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.
2) Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat
3) Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap pasien gangguan jiwa banyak mempunyai manfaat, diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya lebih cepat teratasi, dan lebih cepat dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan yang dimaksud adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, shalat, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar