Kamis, 19 April 2012

Fraktur

BAB II
LANDASAN TEORITIS
Pada bab ini penulis akan menguraikan landasan teoritis yang terdiri dari anatomi fisiologi sistem muskuloskeletal khususnya pada klien dengan fraktur femur dan cruris (tibia fibula).

A.      Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal bekerja membuat gerakan dan tindakan yang harmoni sehingga manusia menjadi seorang yang bebas dan mandiri. Sistem muskuloskeletal terdiri dari kerangka, sendi, otot, ligamentum dan bursa. Kerangka membentuk dan menopang tubuh, melindungi organ penting dan berperan sebagai penyimpan mineral tertentu seperti kalsium, magnesium, dan fosfat. Rongga medula tulang adalah tempat utama yang memproduksi sel darah. Otot memberikan kekuatan untuk menggerakkan tubuh, menutup lobang luar dari sistem gastrointestinal dan saluran kencing serta meningkatkan produksi panas untuk menjaga kontrol temperatur. (Reeves, Charlene. J. 2001 ; 236)
Tulang adalah bagian yang menyokong tubuh, pembentuk tubuh, mempertahankan posisi, memberikan bentuk dan kehangatan. Semua jumlah tulang mencapai 600 buah dan merupakan 40 % dari berat badan tubuh. (Lindsay, David T. 1996 ; 245).
Tulang dibentuk oleh sebuah matriks dari serabut-serabut dan protein yang diperkeras dengan kalsium, magnesium fosfat, dan karbonat. Terdapat 206 tulang ditubuh yang diklasifikasikan menurut panjang, pendek, datar dan tak beraturan sesuai dengan bentuknya. Permukaan tulang bagian luar yang keras disebut periosteum, terbentuk dari jaringan pengikut fibrosa. Periosteum mengandung pembuluh darah yang memberikan suplai oksigen dan nutrisi ke sel tulang.
Tulang mempunyai 5 fungsi utama yaitu :
a.       Sebagai penyangga.
b.      Proteksi atau perlindungan alat-alat dalam tubuh.
c.       Membantu tubuh dalam bergerak.
d.      Gudang penyimpan protein, mineral, kalsium, fosfat dan besi.
e.       Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.
Tulang tersusun atas sel matriks, protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri dari 3 jenis dasar (Mutaqin, Arif. 2008 ; 9), yaitu :
a.       Osteoblast
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.
b.      Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.


c.       Osteoklas
Osteoklas adalah sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi.
Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula, ulna dan humerus. Dimana daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Daerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah. (Muttaqin, Arif. 2008;5)

Gambar 2.1. Penampang Tulang Femur
 











(Sumber : Martini, Frederic. 2001 ; 237)
1)      Tulang Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang didalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. (Syaifuddin. 2006 ; 64).
a)      Ujung atas
Ujung atas terbagi atas tiga bagian yaitu :
(a)    Kaput
(b)   Collum
(c)    Tronchanter major sebelah lateral dan trochanter minor sebelah medial merupakan tempat melekatnya otot.
b)      Korpus
Korpus adalah tulang panjang, agak mendatar kearah medial. Sebagian besar permukaannya halus dan tempat melekatnya otot-otot.
c)      Ujung bawah
Ujung bawah terdiri dari kondile medial dan lateral yang besar dan suatu area tulang diantaranya.
2)      Tibia
Tibia adalah tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak dimedial dari fibula atau betis dan menahan berat tubuh (Pearce, Evelyn. 2006 ; 81). Tibia terdiri dari bagian yaitu :

a)      Ujung atas
Ujung atas tibia melebar kearah tranversal dan mempunyai permukaan artikular pada masing-masing kondile, medialis dan lateralis terdapat area luas non artikular antara permukaan tempat melekatnya ligamen.
b)      Korpus
Berbentuk potongan segitiga dan merupakan perbatasan anterior membentuk garis menonjol yang dapat diraba. Menyempit pada ujung tengah kemudian melebar.
c)      Ujung bawah
Ujung bawah tibia memperlihatkan maleolus medial berujung terutama pada aspek dalam pergelangan kaki, permukaan artikular untuk ujung bawah fibula dan permukaan artikular bawah dan medial untuk kalus.
3)      Fibula
Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral dari tibia dan terutama berguna sebagai tempat lekat untuk otot dan hanya sedikit berguna untuk menopang berat tubuh. Tulang itu adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Fibula sangat ramping dibanding tibia (Pearce, Evelyn. 2006 ; 81). Fibula terdiri dari dua bagian yaitu :
a)      Ujung atas
Yang berartikulasi dengan kondile lateral dari tibia korpus.
b)      Ujung bawah
Ujung bawah yang memperlihatkan meleolus lateral pergelangan kaki, permukaan artikular untuk ujung bawah tibia dan permukaan artikular untuk talus.

Gambar 2.2 : Panampang Tulang Tibia Fibula
 











(Sumber : Martini Frederic. 2001 ; 239)




B.     Konsep Dasar Fraktur
  1. Pengertian
Untuk memperkaya pemahaman akan konsep fraktur, berikut ini akan dibahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, komplikasi fraktur, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan fraktur.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008 ; 69)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2001 ; 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, dkk. 2000 ; 346).
Fraktur adalah peristiwa patahnya atau distrupsi pada tulang. (Ignatavicius, Donna D. 1992 ; 232).
  1. Etiologi
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakaan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar dari pada kekuatan tulang. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :
a.       Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.
b.      Usia penderita.
c.       Kelenturan tulang dan jenis tulang.
  1. Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrom comportement (Sumber : http://www.eradius.com diakses tanggal 4 Juli 2009)



Trauma pada tulang
 
Skema 2.1 : Patofisiologi  Fraktur
 
Ulkus pada luka, emboli pulmonal & atropi otot
 
(Sumber : Muttaqin, Arif. 2008 ; 78)
 
 




















  1. Klasifikasi
a.       Berdasarkan parahnya integritas kulit, lokasi, bentuk, patahan dan status kelurusan.
1)      Fraktur tertutup, adalah fraktur yang tertutup karena integritas kulit masih utuh atau tetap tak berubah.
2)      Fraktur terbuka, adalah fraktur karena integritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit.
3)      Fraktur komplit, adalah fraktur yang luas dan melintang. Biasanya dengan perpindahan posisi tulang.
4)      Fraktur tak komplit, adalah hanya sebagian dari tulang yang retak.  
b.      Tipe fraktur yang berat.
1)      Greenstick, fraktur yang tidak sempurna dan biasanya sering terjadi pada anak-anak.
2)      Transversal, fraktur luas yang melintang dari tulang.
3)      Oblik, fraktur yang memiliki arah miring.
4)      Spiral, fraktur luas yang mengelilingi tulang.
5)      Comuminuted, fraktur ini terjadi mencakup beberapa fragmen.
6)      Depresi, fraktur ini terjadi pada tulang pipih, khususnya tulang tengkorak dimana kekerasan langsung mendorong bagian tulang masuk kedalam.
7)      Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8)      Patologik, terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh kedalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh bisa mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali.
9)      Avulsi, disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon tersebut melekat. Paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.















Gambar 2.3 : Jenis-jenis Fraktur
 




















(Sumber : http://www.yayanakhyar.com Diakses pada tanggal 1 Juli 2009)
  1. Manifestasi klinis
a.       Nyeri tekan, rasa sakit akan bertambah dengan gerakan dan penekanan diatas fraktur.
b.      Deformitas, disebabkan oleh otot-otot ekstremitas yang menarik patahan tulang.
c.       Krepitasi, rasa gemeretek ketika ujung tulang bergeser.
d.      Gangguan fungsi, ekstremitas tidak dapat digerakan.
e.       Motilitas abnormal, tempat patah menjadi sendi palsu.
  1. Komplikasi fraktur
a.       Komplikasi awal
1)      Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmunori akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak terlepas dari sum-sum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
2)      Sindrom kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup diotot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.


3)      Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
4)      Gas ganggren
Gas ganggren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophstik gram positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchi. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami perubahan suplai oksigen karena trauma.
b.      Komplikasi lanjut
Menurut Rasjad, Chairuddin. 2003 ; 347.
1)      Penyembuhan fraktur yang abnormal
Penyembuhan fraktur yang abnormal dapat terjadi karena :
·        Malunion
·        Delayed union
·        Nonunion
2)      Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada lempeng epifisis.
Gangguan lempeng epifisis karena trauma dapat mengenai sebagian lempeng epifisis dengan akibat pertumbuhan yang lebih pada satu sisi dibanding dengan sisi lain berupa deformitas valgus atau varus pada sendi yang terkena.
3)      Atrofi sudeck
Komplikasi ini biasanya ditemukan akibat kegagalan penderita untuk mengembalikan fungsi normal tangan atau kaki setelah penyembuhan trauma.
  1. Pemeriksaan diagnostik
a.       Sinar X, menampakan perubahan struktural atau fungsi fungsional tulang dan sendi.
b.      Artroskopi, bila terjadi trauma pada lutut dan dengan pemeriksaan ini diagnosis yang akurat dapat dilakukan.
c.       Myelographi, untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chodaspinalis dan ujung-ujung syaraf.
d.      Scan tulang, membantu mendeteksi adanya penyakit keganasan, trauma, masalah degeneratif dan osteomyelitis.
e.       Hitung darah lengkap, apakah ada peningkatan hematokrit dan leukosit.
  1. Penatalaksanaan
a.       Prinsip penanganan fraktur
1)      Rekognisi
Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2)      Reduksi
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis dikemudian hari.
3)      Retensi
Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan cara imobilisasi.
4)      Rehabilitasi
Adalah mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.   
b.      Mempertahankan imobilisasi dalam fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
1)      Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi terbuka dengan Fiksasi Internal.
ORIF akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukan paku, sekrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.

Gambar 2.4 : Tulang yang Terpasang Plated & Screw (ORIF)
 














(Sumber : http://www.nlm.nih.gov diakses pada tanggal 4 Juli 2009)


2)      Open Reduction and External Fixation (OREF) atau Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Eksternal
Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.

Gambar 2.5 : Tulang yang Terpasang Plated & Screw (OREF)
 












(Sumber : http://www.nlm.nih.gov diakses pada tanggal 4 Juli 2009)

C.      Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Fraktur
Pada asuhan keperawatan diuraikan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Adapun pengkajian sebagai berikut :
1.     Pengkajian
Menurut Doenges, Marilynn. 2000 : 761 adalah data dasar pengkajian klien adalah sebagai berikut :
a.       Aktivitas/Istirahat
Tanda            : Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b.      Sirkulasi
Tanda            :  Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas) dan hipotensi. Takikardia (respon stress, hipovolemia). Penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c.       Neurosensori
Gejala           :  Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot. Kebas atau kesemutan (parestesis).
Tanda            :  Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau ansietas atau trauma lain).
d.      Nyeri/kenyamanan
Gejala           :  Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme atau kram otot setelah imobilisasi).
e.       Keamanan
Tanda            :  Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
f.        Penyuluhan/pembelajaran
Gejala           :  Lingkungan cedera. Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan atau perawatan rumah.
2.      Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges, Marilynn dan Lynda juall, Carpenito diagnosa keperawatan yang dapat di tegakkan pada klien dengan fraktur meliputi :
a.       Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
b.      Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
c.       Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer, berhubungan dengan penurunan aliran darah ; cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus.
d.      Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau emboli lemak, perubahan membran alveolar atau kapiler.
e.       Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktik (imobilisasi tungkai).
f.        Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup.
g.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
h.       Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan) berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
i.          Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan sekunder akibat fraktur.
j.         Kurang aktivitas pengalihan berhubungan dengan kejenuhan monoton sekunder akibat alat imobilisasi.
k.      Resiko hambatan pemeliharaan rumah berhubungan dengan alat viksasi, hambatan mobilitas fisik, tidak tersedianya sistem pendukung.
l.         Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan individu yang sakit dalam mengambil peran, tanggung jawab sekunder akibat keterbatasan gerak.
m.     Resiko ketidakefektifan  penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, tanda dan gejala, komplikasi, keterbatasan aktifitas.
3.      Perencanaan dan Implementasi
a.       Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
Kriteria hasil :
1)      Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
2)      Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkat stabilisasi pada sisi fraktur.
Intervensi :
1)      Pertahankan tirah baring atau ekstremitas sesuai indikasi.
2)      Letakan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.
3)      Sokong fraktur dengan bantalan atau gulungan selimut.
b.      Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
Kriteria hasil :
1)      Menyatakan nyeri hilang
2)      Menunjukkan tindakan santai, maupun beradaptasi dalam aktivitas hidup
Intervensi :
1)      Pertahankan imobilisasi
2)      Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3)      Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan, pijatan punggung, perubahan posisi.
4)      Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba atau dalam, lokasi progesif atau buruk tidak hilang dengan analgetik.
5)      Lakukan kompres dingin atau es 24 – 48 jam pertama dan sesuai keperluan.
6)      Berikan obat sesuai indikasi.
c.       Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus.
Kriteria hasil :
1)      Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit, hangat atau kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu.

Intervensi :
1)      Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit
2)      Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
3)      Kaji jaringan sekitar gips untuk titik yang kasar atau tekanan. Selidiki keluhan “rasa terbakar“ dibawah gips.
4)      Selidiki tanda iskemia
5)      Awasi tanda vital
d.      Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau emboli lemak, perubahan membran alveolar atau kapiler.
Kriteria hasil :
1)      Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya sianosis.
Intervensi :
1)      Awasi frekuensi pernafasan
2)      Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Reposisi dengan sering.
3)      Berikan tambahan O2 bila diindikasikan.
4)      Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, latergi, stupor.
e.       Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi tungkai).


Kriteria hasil :
1)      Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
2)      Mempertahankan posisi fungsional.
3)      Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
Intervensi :
1)      Kaji derajat imobilitas
2)      Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
3)      Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tak sakit.
4)      Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan.
5)      Auskultasi bising usus.
f.        Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup.
Kriteria hasil :
1)      Menyatakan ketidaknyaman hilang
2)      Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.
3)      Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi terjadi.

Intervensi :
1)      Kaji kulit untuk luka terbuka.
2)      Masase kulit dan penonjolan tulang.
3)      Bersihkan kulit dengan menggunakan sabun dan air.
4)      Ubah posisi dengan sering.
g.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer; kerusakan kulit; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
Kriteria hasil :
1)      Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi :
1)      Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
2)      Berikan perawatan steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
3)      Instruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi.
4)      Awasi pemeriksaan laboratorium.
5)      Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotika.
h.       Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan) berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :
1)      Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
2)      Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
1)      Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
2)      Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila diindikasikan.
3)      Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi diatas dan dibawah fraktur. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar