Kamis, 19 April 2012

Ketuban pecah dini

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup kedunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. ( Rustam Muchtar, 1998 ) Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada batas angka terendah yang dapat dicapai sesuai dengan kondisi dan situasi setempat serta waktu.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan (Manuaba, 1998). Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam bidangkesehatan yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta menyebabkan infeksi pada ibu yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2002).
Ketuban pecah dini kemungkinan besar menimbulkan risiko tinggi infeksi dan bahaya kompresi tali pusat, maka dalam penatalaksanaan perawatannya dianjurkan untukpemantauan ibu maupun janin dengan ketat (Achadiat,1995) KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partusbuatan yang seringdijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaankonservatif . Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang1bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebabinfeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPDsering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom(RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru. Protokol pengelolaan yang optimal harus memprtimbangkan 2 hal tersebut di atas dan faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
Berdasarkan uraian diatas dan dilihat dari kejadian KPD yang banyakterjadi pada ibu hamil, maka tim penulis tertarik untuk membahas tentang masalah tersebut yang di sajikan dalam bentuk makalah dan akan di jelaskan pada bab berikutnya.

B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui tentang asuhan keperawatan Ketuban Pecah Dini (KPD).
2.    Tujuan Khusus
a.    Agar mahasiswa mampu menjelaskan tentang Anatomi Fisiologi Reproduksi Wanita.
b.    Agar mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar Ketuban Pecah Dini(KPD)
c.    Agar mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan Ketuban Pecah Dini (KPD)

C.     Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini kami sebagai penyusun membahas tentang konsep dasar Ketuban Pecah Dini(KPD) dan asuhan keperawatan dengan KPD.

D.     Metode Penulisan
Penulisan makalah ini didapat dengan cara studi pustaka dan internet yaitu mencari dan mengumpulkan buku atau bahan tentang Asuhan Keperawatan Dengan Ketuban  Pecah Dini.

E.     Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN:
A.     Latar Belakang
B.     Tujuan Penulisan
C.     Ruang Lingkup penulisan
D.     Metode Penulisan
E.      Sitematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A.     Anatomi Fisiologi Reproduksi Wanita
B.     Fisiologi Kehamilan.
C.     Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KETUBAN PECAH DINI
A.     Pengkajian
B.     Diagnose keperawatan
C.     Intervensi keperawatan

















BAB II
TINJAUAN TEORITIS
                                                                                     

A.     Plasenta dan Air Ketuban
1.   Plasenta ( Manuaba, 1998 )
Plasenta berbentuk bundar dengan ukuran 15cm x 20cm dengan tebal2,5 sampai 3cm. Berat plasenta 500gr. Tali pusat yang menghubungkan plasenta panjangnya 25 sampai 60cm. tali pusat terpendek yang pernah dilaporkan 2,5cm dan terpanjang sekitar 200cm. Plasenta terbentuk sempurna pada minggu ke 16 dimana desidua parietalis dan desidua kapsularis telah menjadi satu. Sebelum plasenta terbentuk sempurna dan sanggup untuk memelihara janin,fungsinya dilakukan oleh korpus luteum gravidarum. Saat nidasi villi kolrialis mengeluarkan hormone korionik gonadotropin sehingga korpus luteum dapat bertahan.
Gambar 1.1 plasenta
Implantasi plasenta terjadi pada fundus uteri dean atau belakang. Fungsi plasenta dapat dilaksanakan melalui sirkulasi retroplasenter dengan terbukanya artersi spiralis dan vena didasar desidua basalis. Di bagian tepi plasenta terdapat ruangan agak lebar sebagai penampung sementara darah sebelum masuk menuju sirkulasi darah ibu.
Sirkulasi retroplasentaer terjadi karena aliran darah arteri spiralis dengan tekanan 70 mmHg sampai 80 mmHg sedangkan tekanan darah pada vena di dasar desidua basalis 20 mmHg sampai 30 mmHg. Aliran darah arteri seolah-olah tegak lurus untuk mencapai plat korionik di bagian plasenta fetalis dalam ruangan intervili. Dengan perbedaan tekanan tersebut terjadi aliran darah yang memberikan kesempatan yang luas bagi vili korialis untuk melakukan pertukaran nutrisi. Di samping itu vili korialis bergerak-gerak karena aliran darah ibu dan terjadinya kontraksi ringan memberikan peluang untuk makin sempurnanya pertukaran nutrisi.
Sebagai gambaran pertukaran nutrisi dapat dikemukakan:
a.    Luas vili korialis sebesar 11 meter persegi
b.    Volume interviler sebesar 150 sampai 250 ml.
c.    Peredaran darah 300 cc setiap menit pada kehamilan 20 minggu, 600 cc setiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa metabolism janin dan CO2. Fungsi plasenta dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.    Sebagai alat nutritif untuk mendapatkan bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
b.    Sebagai alat sisa pembuangan metabolism
c.    Sebagai alat pernapasan dimana janin mengambil O2 dan membuang CO2.
d.    Menghasilkan hormon pertumbuhan dan persiapan pemberian ASI.
e.    Sebagai alat penyalur antibody ke tubuh janin
f.     Sebagai barier atau filter
2.   Air Ketuban/ Likuor Amnii ( Manuaba, 1998 )
Jumlah likuor amnii antara 1000ml sampai 1500ml pada kehamilan aterm. Berat jenisnya antara 1,007 sampai 1,008. Likuor amnii terdiri dari 2,3% bahan organic (protein, vernik kaseosa, rambut lanugo, zat lemak, lesitin, dan spingomielin) dan 97% sampai 98% bahan organic (air, garam yang larut dalam air). Peredaran cairan ketuban sekitar 500cc/jam atau sekitar 1% yang ditelan bayi dan dikeluarkan sebagai air kencing. Bila akan terjadi gangguan peredaran air ketuban menimbulkan akan hidramnion yaitu jumlah cairan ketuban melebihi 1.500ml. hidramnion dijumpai pada kasus anensefalus, spinabifida, agenesis ginjal, korio angenoma plasenta.
Gambar 1.2 air ketuban
Sumber : http://www.google.co.id/imglanding?.wordpress.com/2008/03/1.

Air ketuban dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian untuk:
a.       Menentukan jenis kelamin
b.       Kematangan paru-paru janin
c.       Golongan darah
d.       Factor rhesus
e.       Kelainan congenital lainnya

Fungsi air ketuban:
a.    Saat hamil berlangsung
1)   Memberikan kesempatan berkembangnya janin dengan bebas ke segala arah.
2)   Menyebarkan tekanan bila terjaddi trauma langsung.
3)   Sebagai penyangga terhadap panas dan dingin.
4)   Menghindari trauma langsung terhadap janin.
b.    Saat inpartu
1)   Menyebarkan kekuatan his sehingga serviks dapat membuka.
2)   Membersihkan jalan lahir karena mempunyai kemampuan sebagai desinfektan.
3)   Sebagai pelican saat persalinan







B.     Konsep proses persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi ( janin dan uri ) yang telah cukup bulan atau yang telah dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan ( Manuaba, 1998)
1.        Proses terjadinya persalinan ( Manuaba, 1998)
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menim­bulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his.
Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang dominan saat hamil, yaitu:
a. Estrogen.
1.    Meningkatkan sensitivitas otot rahim.
2.    Memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
b. Progesteron.
1.    Menurunkan sensitivitas otot rahim.
2.    Menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin. rangsangan mekanis.
3.    Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.

Estrogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron menye­babkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalani bentuk Braxton Hicks.
Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat inulainya persalinan. oleh karena itu makin tua hamii fre­kuensi kontraksi makin sering.Oksitosin diduga bekerja bcrsama atau melalui prostaglandin yang makin me­ningkat mulai dari umur kehamilan minggu ke- 15. Di samping itu faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat rnemberikan pcngaruh penting untuk dimulainya kontraksi rahim.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan:
a.    Teori keregangan.
1)   Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2)   Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.
3)   Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan ter­tentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
b.   Teori penurunan progesteron.
1)   Proses pennaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, di mana terjadi
penimbunan jaringan ikat, peinbuluh darah mengalarni penyempitan dan buntu.
2)   Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sen­sitif terhadap oksitosin.
3)   Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
c.    Teori oksitosin internal.
1)   Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
2)   Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sen­sitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
3)   Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat mulai.
d.   Teori prostaglandin.
1)   Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.
2)   Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
3)   Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
e.   Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenal is.
1)      Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973.
2)      Maipar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, hasilnya keha­milan kelinci berlangsung lebih lama.
3)      Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan.
4)      Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipothalamus­pituitari dengan mulainya persalinan.
5)      Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.

2. Permulaan terjadi persalinan
Dengan penurunan hormon progesteron menjelang persalinan dapat terjadi kontraksi. Kontraksi otot rahim menyebabkan:
a.       Turunnya kepala, masuk pintu alas panggul, terutama pada primigravida minggu ke-36 dapat menimbulkan sesak di bagian bawah, di atas simfisis pubis dan sering ingin kencing atau susah kencing karena kandung kemih tertekan kepala.
b.       Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.
c.       Terjadi perasaan sakit di daerah pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya pleksus Frankenhauser yang terletak sekitar serviks (tanda persalinan palsu—false labour).
d.       Terjadi perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot rahim.
e.       Terjadi pengeluaran lendir, di mana lendir penutup serviks dilepaskan.
3. Gambaran Perjalanan Persalinan secara Klinis( Manuaba, 1998)
a. Tanda persalinan sudah dekat
1)   Terjadi lightening
Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri kare­na kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan:
a)  kontraksi Braxton Hicks
b)  ketegangan dinding perut
c)  ketegangan ligamentum rotundum
d)  gaya berat janin di mana kepala ke arah bawah.

Masuknya kepala,bayIke pintu atas panggul dirasakan ibu hamil:
a)  terasa ringan di bagian atas, rasa sesaknya berkurang.
b)  di bagian bawah terasa sesak.
c)  Terjadi kesulitan saat berjalan.
d)  Sering miksi (beser kencing).

              Gambaran lightening pada primigravida menunjukkan hubungan normal an­tara ketiga P yaitu, power (kekuatan his), passage (jalan lahir normal) dan pas­sanger (janinnya dan placenta). Pada multipara gambarannya tidak jelas, karena kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.
2)   Terjadinya his permulaan.
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Kontraksi ini dapat dikemukakan sebagai keluhan, karena dirasakan sakit dan mengganggu. Kontrak­si Braxton Hicks terjadi karena perubahan keseimbangan estrogen, progesteron, dan memberikan kesempatan rangsangan oksitosin.
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang, sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering, sebagai his palsu.
Sifat his permulaan (palsu)
a)    Rasa nyeri ringan di bagian bawah.
b)    Datangnya tidak teratur.
c)    Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda.
d)    Durasinya pendek.
b.Tanda persalinan.
1)   Terjadinya his persalinan.
His persalinan mempunyai sifat:
a)   Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan.
b)   Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar.
c)   Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks.
d)   Makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah.
2)    Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda).
Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan:
·      Pendataran dan pembukaan.

c.        Pembagian waktu persalinan.
1)   Persalinan kala I.
Yang dimaksudkan dengan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung an­tara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pem­bukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan­jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkanmulti­gravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida I cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam. Dengan perhi­tungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan.

2)   Kala II atau kala pengusiran.
Gejala utama kala H (pengusiran) adalah
a)      His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.
b)      Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cair­an secara mendadak.
c)      Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan men­gejan, karena tertekannya fleksus Frankenhouser.
d)      Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga ter­jadi:
·  Kepala membuka pintu
·   Subocciput bertindak sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka, dan kepala seluruhnya.
e)      Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu penyesuaian kepala pada punggung.
f)       Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan:
·   Kepala dipegang pada os occiput dan di bawah dagu, ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
·   Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi.
·   Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
g)      Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multigravida 30 menit.

3)   Kala III (pelepasan uri).
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim.
Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda di bawah ini:
a)   Uterus menjadi bundar
b)   Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
c)   Tali pusat bertambah panjang
d)   Terjadi perdarahan.
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara Crede pada lun­dus uteri.

4)   Kala IV (observasi).
Kala IV diniaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan:
a)Tingkat kesdclaran penderita.
b)Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernapasan.
c)Kontraksi uterus.
d)Terjadinya perdarahan.

Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
Untuk meningkatkan kekuatan his dan mengejan Iebih berhasil gunz, posisi par­turien sebagai berikut:
a)    Badan dilengkungkan sehingga dagu menempel pada dada.
b)      Tangan merangkul paha sehingga pantat sedikit terangkat yang menyebabkan pelebaran pintu bawah panggul melalui persendian sacro-coccygeus.
c)      Dengan jalan demikian kepala bayi akan ikut serta membuka diafragma pel­vis dan vulva-perineum semakin tipis.
d)      Sikap ini dikerjakan bersamaan dengan his dan mengejan, sehingga resultante kekuatan menuju jalan lahir.
Kekuatan his (kontraksi) rahim pada kala ketiga.
Setelah istirahat sekitar 8 sampai 10 menit rahim berkontraksi untuk'melepaskan plasenta dari insersinya, di lapisan Nitabusch. Pelepasan plasenta dapat mulai dari pinggir atau dari sentral dan terdorong ke bagian bawah rahim. "Untuk melahirkan plasenta diperlukan dorongan ringan secara Crede
5)  Kekuatan his pada kala IV.
Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitudo sektfar 60 sampai 80•mm Hg, kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh inteFVal pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi yang kuat dan pembentukan trombus terjadi penghentian pengeluaran darah postpartum. Kekuatan his dapat diperkuat dengan memberi obat uterotonika. Kontraksi ikutan saat menyusui bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum, karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjar•ipofisis posterior.

Pengeluaran oksitosin sangat penting yang berfungsi:
a)   merangsang otot polos yang terdapat di sekitar alVeolus kelenjar mamae, se­hingga ASI dapat dikeluarkan.
b)  oksitosin merangsang kontraksi rahim.
c)  oksitosin mempercepat involusi rahim.
d)   kontraksi otot rahim yang disebabkan oksitosin mengurangi perdarahan postpartum.

Dalam batas yang wajar maka rasa sakit postpartum tidak memerlukan pengo­batan serta dapat diatasi dengan sendirinya.

C.     Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini
1.   Pengertian
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut.berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina servik (sarwono prawiroharjop,2002) Adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2005 )
Ketuban pecah dini, yaitu, bocornya cairan amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering, ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam, juga terjadi risiko peningkatan infeksi intrauterine(Ben-zion Taber, M.D. 1994)
Gambar 1.3 ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (dr. chrisdiono, 1995)

2.   Etiologi (James R Scott.2002)
Penyebab ketuban pecah dini (KPD) mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.    Serviks inkopeten
b.    Ketegangan rahim berlebihan; kehamilan ganda, hidramnion
c.    Kelainan letak janin dalam rahim, letak sunsang, letang lintang
d.    Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, sepalopelvik disproforsi
e.    Kelainan bawaan dari selaput ketuban
f.     Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga menyebabkan ketuban pecah.

3.   Patofisiologi (James R Scott. 2002)
     Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :
a.       Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
b.       Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
c.       ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
d.       infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion.
e.       mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
f.        tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
g.       Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).

    
Gambar 1.4 ketuban pecah
Sumber : mirzachimoey.wordpress.com/2011/...ah-dini/

4.   Penatalaksanaan menurut buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
a.    Konservatif
1.       Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
2.       Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3.       Umur kehamilan kurang 37 minggu.
4.       Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
5.       Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
6.       Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
7.       Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
8.       Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
b.    Aktif
1.       Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.
2.       Induksi atau akselerasi persalinan.
3.       Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan.
4.       Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan.

        Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban
1.       Yang harus segera dilakukan:
a)   Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
b)   Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini. Ambil nafas dan tenangkan diri,
2.       Yang tidak boleh dilakukan:
a)Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi kuman.
b)Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari, karena air ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya lebih tinggi.

5.   Komplikasi(James R Scott. 2002)
a.    Ibu
infeksi maternal : korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis

b.   Anak
1)   penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin
2)   trauma pada waktu lahir
3)   Premature

6.   Pemeriksaan Penunjang
a.    Hitung Darah Lengkap dengan Apusan Darah.
Leukositosis digabung dengan peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi intrauterin.
b.  Diagnosis banding
Diagnosis banding hams mencakup kemungkinan inkontinensia urin. Karena urin biasa­nya asam, perbandingan pH urin dan pH vagina membantu dalam membedakan.
c. Ultrasonografi:
Pengukuran diameter biparietal, sirkumferensia tubuh janin, dan patt­jangnya leniiir memberikan perkiraan umur kehamilan. Diameter biparietal lebih besar dari 9,2 cm pada pasien nondiabetes atau plasenta tingkat III biasanya berhubungan de­ngan maturitas paru janin. Sonografi dapat mengidentifikasi kehamilan ganda, anomali janin, atau melokalisasi kantong cairan amnion pada a mnlosentesis.
d.Amniosentesis:
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kema­tangan paru janin (rasio L/S: fosfatidilgliserol; fosfatidilkolin jenuh). Pewarnaan Gram dan hitting koloni kuantitatif membuktikan adanya infeksi intrauterin.
e.Pemantauan janin
Membantu dalam evaluasi janin.   
f.  Protein C-reaktif:
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan awal korioamnionitis.










BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI
A.     Pengkajian
1.    Sirkulasi
a. Hipertensi, edema patologis dan penyuakit jantung sebelumnya.
b. Integritas ego
c. Adanya ansietas sedang
2.    Makanan atau cairan
ketidak adekuatan atau penambahan berat badan berlebihan yang terjadi pada hidroamnion
3.    Nyeri atau ketidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama paling sedikit 30 detik dalam 30 – 60 menit
4.    Pernafasan
Mungkin perokok berat
5.    Keamanan
Infeksi mungkin ada ( misalnya ISK atau infeksi vagina )
6.    Sekualitas
Tulang servikal dilatasi, membrane amnion mungkin rupture, pendarahan trimester III, aborsi sebelumnya , persalinan preterm, uterus distensi berlebihan
7.    Integritas social
Dari kelas social ekonomi yang rendah
8.    Penyuluhan pembelajaran
Ketidak adekuatan atau tidak adanya perawatan prenatal, mungkin dibawah usia 18 tahun atau lebih dari 40 tahun, penggunaan alcohol atau penggunaan obat – obatan.
9.    Temukan kajian yang lain
a.    Keluar cairan bening dari vagina secara mendadak, dengan diikuti drainase
b.    Vagina penuh dengan cairan pada pemeriksaan speculum
Data subjek:
1)   Pancaran involunter atau kebocoran
2)   Cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas
3)   Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus
4)   Riwayat haid
5)   Umur kehamilan diperkirakan dari haid terakhir


Data objek:
1)      Pemeriksaan fisik
2)      Pemeriksaan umum : suhu normal terutama di sertai infeksi
3)      Pemeriksaan abdomen : uterus lunak dan tidak ada nyeri tekan
4)      Pemeriksaan pelic : pemeriksaan spekulum steril pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan di latasi servik.

B.     Diagnosa Keperawatan (Rustam mochtar, 1998)
1.       Resti gawat janin b.d partus tak maju
2.       Resti infeksi intrapartal b.d septicemia
3.       Intoleransi aktifias b.d premeturus iminen
4.       Resti terjadi komplikasi IUFD b.d cairan ketuban kernig

C.     Intervensi Keperawatan
1.   Resti gawat janin b.d partus tak maju
a.       Kaji posisi janin
b.       Montor DJJ
c.       Lakukan peeriksaan dalam untuk mengetahui kemajuan persalinan, pembukaan servik
d.       Kolaborasi dengan dokter bila di perlukan tindakan operatif
e.       Kolaborasi dengan dokter anak bila diperlukan resustasi setelah persalinan
2.   Resti infeksi intrapartal b.d septicemia
a.       Kaji keadaan ibu selama persalinan
b.       Monitor TTV, apakah ada demam
c.       Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan invasive infus 30 tpm
d.       Berikan antibiotic dan anti septic sesuai program

3.   Intoleransi aktifitas berhubungan dengan premeturus iminen
a.       Anjurkan bedres selama ketuban masih keluar
b.       Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
c.       Anjurkan untuk mengurangi aktifitas sampai kehamilan aterm

4.   Resiko tinggi terjadi komplikasi IUFD b.d ketuban kering
a.       Kaji apakah air ketuban kering
b.       Kaji umur kehamilan pasien
c.       Monitor DJJ dan gerakan janin
d.       Kolaborasi untuk pemeriksaan USG
BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
            Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
            Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: Infeksi, Servik yang inkompetensia, Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus), misalnya (trauma, hidramnion, gemelli), Kelainan letak, Keadaan sosial ekonomi, dan factor lain
            Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
            Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.
            Asuhan keperawatan ibu hamil dengan masalah ketuban pecah dini memerlukan penanganan yang tepat dengan pengkajian yang komprehensif, diagnose yang tepat serta pemilihan rencana tindakan antara koservatif dan aktif sesuai dengan umur kehamilan dapat menurunkan resiko dan kematian ibu dan bayi.

B.     Saran
1.  Sebagai seorang perawat untuk menanggapi masalah Ketuban Pecah Dini, perawat harus mempunyai skill dan kemampuan untuk mengatasi suatu masalah terjadinya Asuhan Keperawatan ibu dengan Ketuban Pecah Dini
2.  Perawat harus dituntut untuk menjadi perawat yang profesional dimana perawat dapat berfikir kritis dalam mengatasi masalah yang terjadi pada pasien yang mengalami Ketuban Pecah Dini
3.  Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa mengenal lebih dalam tentang “Asuhan Keperawatan ibu dengan Ketuban Pecah Dini”.        
4.  Diharapkan kepada pihak pendidikan untuk memperbanyak buku tentang keperawatan maternitas terutama tentang masalah ketuban pecah dini.























Daftar pustaka
James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.
Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran Bandung, 1993.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana. Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004
Helen Varney, 2000, Buku saku bidan, Jakarta.
IBG Manuaba, 1998, Ilmu kebidanan dan penyakit kandungan dan keluarga berencana.
Rustam mochtar, 1998, synopsis jilid I, Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar