Senin, 19 Desember 2011

Anfis sistem pernafasan

BAB II
LANDASAN TEORITIS
                                                                                     
A.     Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan terdiri dari hidung, paring, laring, trakea, bronkus dan paru-paru yang akan diuraikan dibawah ini, yaitu :
1.      Hidung
Hidung adalah organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra penciuman.
Fungsi hidung antara lain (Syaifuddin, 2006) :
a.       Menghangatkan udara. Udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum nasalis setelah melewati faring dengan suhu kurang lebih 36˚C.
b.      Melembabkan udara. Sejumlah besar udara dilembabkan sebelum melewati hidung dan bila mencapai faring kelembaban kurang lebih 75%.
c.       Menyaring udara yang masuk. Udara yang disaring oleh bulu-bulu hidung jauh lebih banyak dan partikel diatas rongga disaring oleh rambut vestibular, lapisan mukosilier dan lisozim.
2.      Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring merupakan bagian belakang dari rongga hidung dan rongga mulut (Scanlon, 2007).

Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Rumahorbo, 2000) :
a.       Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian utama dari faring. Disamping sebagai saluran udara, nasofaring juga mempunyai peran sebagai penangkal infeksi dan penunjang fungsi telinga.
b.      Orofaring
Orofaring merupakan bagian tengah dari faring yang terletak dibelakang rongga mulut dan berperan sebagai saluran udara serta saluran makanan.
c.       Laringofaring
Laringofaring merupakan bagian terakhir dari faring. Seperti orofaring, bagian ini berperan sebagai saluran udara dan saluran makanan.
3.      Laring
Laring (pangkal tenggorokan) merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan udara, bagian pertama dari saluran pernapasan bagian bawah. Laring merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan otot (Syaifuddin, 2006). 
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara ini berjumlah dua: bagian atas adalah pita suara palsu dan tidak mengeluarkan suara yang disebut dengan ventrikularis, bagian bawah adalah pita suara yang sejati yang membentuk suara disebut dengan vokalis.
Laring mempunyai peran utama yaitu sebagai saluran udara, sebagai pintu pengatur perjalanan udara pernafasan dan makanan (switching mechanism) serta sebagian organ penimbul suara. Peran sebagai pengatur perjalanan udara pernafasan dan makanan dilakukan oleh epiglotis sedangkan peran sebagai organ penimbul suara dilakukan oleh pita suara (korda vokalis).
4.      Trakea
Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti pipa atau kuku kuda (huruf C). Panjang trakea kurang lebih 9 - 11 cm berdiameter 2,5 cm. Pada pinggir bawah trakea vertebrae torakalis ke-4, trakea bercabang dua menjadi bronkhus kiri dan bronhus kanan yang memisahkan trakea menjadi bronkhus kiri dan bronkhus kanan disebut karina (Rumahorbo, 2000).
5.      Bronkus
Bronkhus (cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea yang terdapat dari vertebra torakalis ke-IV dan ke-V. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkhus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai tiga cabang. Bronkhus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9 – 12 cincin yang mempunyai dua cabang (Syaifuddin, 2006).


6.      Paru-Paru
Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli) Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan), berada didalam kantong yang dikelilingi oleh pleura parietalis dan viseralis (Syaifuddin, 2006
Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian, yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus dan mempunyai 10 segmen, yaitu 3 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 5 buah segmen pada lobus inferior. Paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus dan mempunyai 8 segmen, yaitu 4 buah segmen pada lobus superior dan 4 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah. Getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobus terdapat sebuah bronkhiolus. Bronkhiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin,2006).



Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap kerongga tengah dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat  tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum dapat terdapat jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Pleura dibagi menjadi dua yaitu pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Kavum pleura ini (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindakan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas (Syaifuddin, 2006)
 























B.     Konsep Dasar Tuberkulosis Paru
Konsep dasar TB Paru yang akan diuraikan berikut yaitu pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan komplikasi.
1.      Pengertian
            Tuberkulosis Paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis dengan gejala sangat bervariasi. (Sucianti Seroso, 2007)
            Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru  (Smeltzer, 2002).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, dkk, 2001).
            Berdasarkan pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa penyakit tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi pernafasan, menular yang menyerang parengkim paru yang disebabkan oleh kuman yaitu mycobacterium tuberculosis

2.      Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh kuman yaitu mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang dan tahan asam, serta banyak mengandung lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan kuman ini tahan asam dan pertumbuhannya sangat lambat, kuman ini tidak tahan terhadap sinar ultraviolet karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.  Ukuran dari kuman tuberkulosiss ini kurang lebih 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari pada ukuran sel darah merah (Sumantri, 2008).

3.      Patofisiologi
Penyakit tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang melalui udara. Individu terinfeksi, melalui(Smeltzer & Bare, 2000, h.585) :
a       Berbicara secara dan jarak yang dekat tanpa pelindung/masker
b      Batuk
c      Bersin
d      Menyanyi dan bertukaran mix.
Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau paru–paru.
Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk  ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar sampai ke pleura  maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.
Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus  (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range).  Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu. Berikut ini menjelaskan skema tentang perjalanan penyakit TB Paru hingga terbentuknya tuberkel ghon.






4.      Tanda dan Gejala
Tanda – tanda klinis dari penderita tuberkulosis paru sangat beragam tergantung pada kondisi tubuh  penderita, akan tetapi gejala klinis yang paling sering ditemui pada penderita antara lain (Smeltzer & Bare, 1997 ) :
a.       Batuk/Batuk darah
Pada penderita biasanya tampak batuk yang lama, batuk dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernafasan, akan tetapi batuk juga berfungsi mengeluarkan  produk radang keluar seperti dahak.
b.      Demam
Sering terjadi demam pada kondisi tertentu malahan kadang  kadang terjadi peningkatan suhu tubuh biasa mencapai 39 – 40 ˚C, karena kondisi ini terpengaruh akan daya tahan tubuh terhadap infeksi kuman tuberkulosis.
c.       Sesak nafas 
Biasa terjadi jika kondisi penyakit sudah pada tahap yang kronis, dimana telah terjadi komplikasi pada paru–paru seperti terjadi efusi pleura, pneumothorak dan abses paru.
d.      Nyeri dada
Gejala ini jarang terjadi, ini akibat terjadi infiltrasi radang yang sudah mencapai pleura sehingga menimbulkan pleuritis atau radang pleura. Tampak inspirasi dan ekspirasi yang tidak normal.


e.       Malaise
Gejala sering ditemukan berupa tidak nafsu makan (anoreksia), berat badan turun secara drastis, pusing, nyeri otot  dan lain sebagainya.

5.      Pemeriksaan Penunjang
Menurut Soeparman (1994), ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pemeriksaan TB Paru, sebagai berikut:
a.       Radiologi
Pada hasil foto toraks posterior anterior (PA), lateral terlihat gambaran infiltrat atau nodular terutama pada lapangan atas paru, terlihat kavitas, serta tuberkuloma atau tampak seperti bayangan atau coin lesion. Pada TB primer tampak gambaran radiologi berupa infiltrat pada paru-paru unilateral yang disertai pembesaran kelenjar limfe di bagian infiltrat berada.
b.      Mikrobiologi
Pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali setiap hari, berdasarkan pemeriksaan pada basil tahan asam (BTA) guna memastikan hasil diagnosis. Akan tetapi hanya 30% - 70% saja yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ini karena diduga tidak terlalu sensitif.



c.       Biopsi jaringan
Dilakukan terutama pada penderita TB kelenjar leher dan bagian lainnya, dimana dari hasil terdapat gambaran perkejuan dengan sel langerhan akan tetapi bukanlah merupakan diagnosis positif dari tuberkulosis oleh karena dasar dari diagnosis yang positif adalah ditemukannya kuman mycobacterium tuberkulosa.
d.      Bronkoskopi
Hasil dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran dan dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA).
e.       Tes tuberkulosis
      Tes mantouk diberikan dengan menyuntikan 0,1 cc Derivat Protein Murni (PPD) secara intra muskuler (IM), kemudian dapat terlihat dalam 48 – 72 jam setelah dites, dikatakan positif bila diameter durasi lebih besar dari 10 mm.
f.        Tes Peroksida Anti Peroksidase (PAP)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase mengunakan alat histogen imunoperoksidase skrining untuk menentukan IgG sepesifik terhadap basil tuberkulosis paru.




6.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan TB Paru terdiri dari pengobatan dan pencegahan penularan, yaitu : 
a.       Pengobatan
Minum obat teratur dan sesuai dengan anjuran dokter selama paling sedikit 6  bulan, atau mengikuti program pengobatan sampai selesai dan tidak boleh putus. ( Black, 1997, h. 1140 )
Pengobatan penderita tuberkulosis paru dengan penggunan obat anti mikroba dalam jangka waktu tertentu, dapat ditekankan pada 3 aspek, antara lain (Mansjoer, dkk, 2001):
1). Regimen harus termasuk obat spektrum luas yang sensitif terhadap mikoorganisme.
2).  Minum obat secara teratur
3). Pengobatan harus dilakukan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang cukup guna menghasilkan efek pengobatan yang efektif serta aman.






Beberapa cara ( regimen ) pengobatan yang dianjurkan, antara lain (Tabrani, 1996):
1)      Alternatif pertama: 
a)      Isoniazid (INH) 300 mg
b)      Rifampisin (Rif) 600 mg
c)      Pirazinamide 25 -30 mg/kg BB, diberikan selama 2 bulan berturut – turut dan dilanjutkan INH 300 mg dan Rifampisin 600 mg selama 4 bulan.
2)      Alternatif kedua
a)      INH 300 mg
b)      Rif  600 mg, diberikan selama 9 bulan.
3)      Alternatif ke tiga
a)      INH 900 mg
b)      Rif 600 mg, diberikan sebulan dan dilanjutkan dengan 2 kali seminggu selama 8 minggu.
4)      Alternatif keempat
Bila terdapat resistensi terhadap INH maka dapat diberikan Etambutol dengan dosis 15–25 mg/kg BB.





b.      Pencegahan penularan
Cara Pencegahan agar tidak menular kepada orang lain yaitu ( Black, et-al,  1997,  h. 1140) :
1.      Jika penderita TBC batuk, mulut ditutup misalnya menggunakan tisu
2.      Tisu bekas bersin dan batuk, buanglah di tempat sampah yang tertutup
3.      Jangan meludah di sembarang tempat
4.      Gunakan wadah tertutup (seperti kaleng) untuk menampung dahak
5.      Usahakan rumah cukup sinar matahari

Menurut Baughman (2001), pencegahan penularan sebagai berikut :
1)      Kasus dengan penderita positif harus diobati secara efektif agar tidak menular terhadap orang lain.
2)      Bila kontak langsung dengan penderita tuberkulosis sebaiknya lakukan pemeriksaan tuberkulin dan photo thorak.
3)      Pada anak–anak lakukan vaksinasi BCG guna mencegah tertularnya penyakit tuberkulosis paru.
4)      Pada penderita tuberkulosis paru positif sebaiknya  lakukan isolasi dalam pengobatan dan perawatannya.





7.      Komplikasi
Penyakit TB Paru apa bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a.       Komplikasi dini:
1)      Pleuritis             : Inflamasi kedua lapisan pleura.
2)      Efusi pleura       : Memecahnya kavitas TB dan keluarnya udara atau cairan masuk kedalam antara paru dan dinding dada.
3)      Empiema          :Pengumpulan cairan puluren (pus) dalam kavitas pleural, cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut.
4)      Laringitis           : Inflamasi pada laring yang di sebabkan melalui peredaran darah.
5)      Menjalar ke organ lain seperti usus, tulang dan otak.
b.      Komplikasi lanjut :
1)      Obstruksi jalan nafas atau SPOT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
2)      Kerusakan parenkim berat seperti fibrosis paru, kor pulmonal disebabkan oleh Karena tekanan balik akibat kerusakan paru.
3)      Amiloidosis.
4)      Karsinoma paru, telah terbentuknya kavitas dari proses infeksi.
5)      Sindrom gagal nafas dewasa, sering terjadi pada TB milier dan kavitas tuberkulosis.
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
1.      Penyakit tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi pernafasan, menular yang menyerang parengkim paru yang disebabkan oleh kuman yaitu mycobacterium tuberculosis.
2.      Tanda – tanda klinis dari penderita tuberkulosis paru sangat beragam tergantung pada kondisi tubuh  penderita.
3.      Minum obat teratur dan sesuai dengan anjuran dokter selama paling sedikit 6  bulan, atau mengikuti program pengobatan sampai selesai dan tidak boleh putus.
B.     Saran
Untuk Mengurangi penularan TBC ini sebaiknya kita paham dulu bagaimana cara penularannya, bagaimana cara pencegahannya serta pengobatannya. Dengan demikian kita sebagai Tim Kesehatan dapat meminimalkan penularan TBC ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar