Kamis, 08 Maret 2012

ca. nasofaring

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Sebelum melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Ca. Naso Faring. Penulis terlebih dahulu akan membahas tentang teori dasar dari system Telinga Hidung Tenggorokan (THT), konsep dasar Ca. Nasofaring dan asuhan keperawatan secara teoritis. Adapun yang akan dibahas mengenai :
A.     Anatomi dan Fisiologi Sistem THT
1.      Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.  Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa.
Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah :
a.       conchae superior
b.      Media
c.       inferior.
Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa. Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :

a.       Lubang hidung
b.      Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
c.        Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha media dan inferior
d.      sinus frontalis, diantara concha media dan superior
e.       ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior.
Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.
2.      Faring (tekak)
Adalah suatu pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.
3.      Laring (tenggorokan)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.
Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:
a.       Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea
b.      Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis
Cartilago tyroidea berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Membrana Tyroidea mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum  menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.


4.      Epiglotis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring

B.     Konsep Dasar Ca. Naso Faring
1.   Pengertian
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih dari 40 tahun.. (Arif Mansjoer. 1990 hal 110)
 Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Berdasarkan dari dua pengertian diatas kami dapat menyimpulkan bahwa karsinoma nasofaring adalah salah satu tumor ganas yang menyerang tubuh di salah satu daerah nasofaring atau daerah kepala dan leher yang mana penyakit ini sering ditemukan pada pria yang berusia lebih dari 40 tahun.           
2.      Etiologi
a.       Virus Epstein barr
b.      Faktor ras
c.       Letak geografis
d.      Jenis kelamin (laki-laki)
e.       Faktor lingkungan (iritasi bahan kimia, kebiasaan memasak dengan bahan/bumbu masakan tertentu, asap sejenis kayu tertentu)
f.        Kebiasaan hidup
g.       Faktor genetik






3.      Patofisiologi
Kurang pengetahuan

 
 


4.      Tanda dan Gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
a.       Gejala nasofaring
Adanya epitaksis ringan atau sumbatan hidung. Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor).
b.      Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman ditelinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
c.       Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong klien untuk berobat.
d.      Gejala Mata
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan gangguan pada saraf-saraf di otak salah satunya adalah keluhan pada mata berupa pandangan ganda.


5.      Pengklasifikasian kanker berdasarkan WHO
Penentuan Stadium TNM Untuk Hepatoma
Stadium
Tumor ( T )
Nodus/benjolan ( N )
Metastasis ( M )
Stadium I
T 1
N 0
M 0
Stadium II
T 2
N 0
M 0
Stadium III
T 1
N 1
M 0

T 2
N 1
M 0

T 3
N 0
M 0

T 3
N 1
M 0
Stadium IV A
T 4
Setiap N
M 0
Stadium IV B
Setiap T
Setiap N
M 1

Keterangan:
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi :
T = pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui :
Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi.
Tis = carcinoma insitu (pre invasive Ca)
Tx = cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan
To = tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1. pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa yang bergerak
T2 = pada pemeriksaan bimanual  ada indurasi daripada dinding buli-buli.
T3 = pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa nodular yang bergerak bebeas dapat diraba di buli-buli.
T3a = invasi otot yang lebih dalam
T3b= perluasan lewat dinding buli-buli
T4 = Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a= tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina
T4b= tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen.
1.      N = Pembesaran secara klinis untuk pemebesaran kelenjar limfe
pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative
Nx = minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan
No = tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe regional
N1 = pemebsaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral
N2 = pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang multiple
N3 = masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebeas antaranya dan tumor
N4 = pemebesaran lkelenjar lymfe juxta regional
2.      M = metastase jauh termasuk pemebesaran kelenjar limfe yang jauh
Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia
Mx = kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan
M1 = adanya metastase jauh
M1a= adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
M1b= metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c= metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple
M1d= metastase dalam organ yang multiple

6.      Karakteristik dari neoplasma
Benigna

Malignant

1.      Tumbuh dengan lambat
2.      Usually encapsuled
3.      Grow by expandion; do not infiltrate surrounding tissues

4.      Tidak menyebar tetapi remain localized

5.      Do not tend to recur  when removed  surgically

6.      Cell usually closely resemble those of normal tissue from which they arise
7.      Produce minimal tissue destruction

8.      Do not produce typical cahexia

9.      Do not cause death to host except when located in areas where they produce pressure or obstruction to vital organ
1.      Tumbuh dengan cepat
2.      Rarely encapsuled
3.      Infiltrate surrounding tissues; tumor process extended out in all direction; poorly differentiated from normal tissue

4.      Spread via lymph stream and/or blood and set up secondary tumor in distant sites

5.      Frequently tend to recur after surgical removal as a result of infiltration into surrounding tissue

6.      Cell usually do not resemble those of normal tissue from which they are arise

7.      Produce extensive tissue destruction as result of infiltration and metastatic lesion

8.      Produce typical cancer cachexia-anemia, weakness, loss weight and so on

9.      Always cause death unless removed surgically before they metastasize
From Bouchard, R., and Owens, N. F.; Nursing care of the cancer patient, 3rd ed., St. Louis,  1976, The C.V. Mosby Co.









7.      Types of tumors
Tipe sel atau jaringan
Tumor Jinak
Tumor Ganas
Epithelium
Skin, outer layers
Skin, pigmented layer (melanoblast)
Glandular epithelium

Papilloma
Nevus

Adenoma

Squamous cell carcinoma
Malignant melanoma

Adenocarcinoma
Muscle
Myoma
Myosarcoma
Connective tissue
Fibroblast
Cartilage
Bone
Fatty tissue

Fibroma
Chondroma
Osteoma
Lipoma

Fibrosarcoma
Chondrosarcoma
Osteosarcoma
Liposarcoma
Endothelial tissue
Blood vessels
Lymph vessels

Hemangioma
Lymphangioma

Hemangiomasarcoma
Lymphangiosarcoma
Nerve tissue
Neuroglia
Medullary epithelium

Astrocytoma

Glioblastoma
Medulloblastoma
Lymphoid and hematopoetic tissue
Lymphosit

Myelocytes

Lymphosarcoma
Lymphatic leukemia
Multiple myeloma
Myeloid leukemia





8.      Pemeriksaan Diagnostik
a.    Nasofaringoskopi
b.   Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anastesi topical dengan Xylocain 10%.
c.    Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d.   Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B
e.    Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

9.      Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien kanker lebih mengarahkan pada penatalaksanaan promotiv dan preventif, sebagai seorang perawat tugas yang harus dilaksanakan yaitu :
a.    Memberi dukungan  klien Þ prosedur diagnostic
b.    Mengenali kebutuhan psiko sosial dan spiritual
c.    Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi klien
d.    Memberi bantuan bagi klien yang mendapat pengobatan anti kanker/terhadap keganasan
e.    Membantu klien fase penyembuhan/rehabiltasi
f.      Membantu klien untuk tindak lanjut pengobatan
g.    Berpartisipasi dalam koleksi data penelitian/registrasi kanker
h.    Promotif, preventif – pendidikan kesehatan


10.  Penatalaksanaan Medis
1). Kolaboratif
a.         Radioterapi merupakan pengobatan utama
b.        Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil
c.         Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil.
d.        Kemotherapi
e.         Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil.
f.          Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi
g.         Kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan
h.         Radiasi bersifat “RADIOSENSITIZER”.

2). Konservatif

a.       Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan dileher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
b.      Pemberian analgesik dan antibiotik sesuai dengan program dan kebutuhan yang di perlukan
c.       Cefotaxin
d.      Ranitidin
e.       kalnex


Penggunaan obat anti kanker yang bertujuan mematikan sel kanker Indikasi dan prinsip :
1)         Sebanyak mungkin mematikan sel kanker seminimal mungkin mengganggu sel normal
2)         Dapat digunakan untuk : pengobatan, pengendalian, paliatif
3)         Jangan diberikan jika bahaya/komplikasinya lebih besar dari manfaatnya
4)         Obat kemotherapi umumnya sangat toksik Þ teliti/cermat evaluasi kondisi pasien
5)         Obat dapat diberikan melalui berbagai cara

(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).


11.  Pengkajian secara umum
a.       Pengkajian secara umum
1)      Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara.
2)      Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
3)      Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
4)      Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)


b.      Pengkajian Persistem
1)      Sistem persarafan
a.       Syaraf Kranial I (Nervus olpaktorius)
Dengan adanya gangguan pada nervus olpaktorius maka yang akan terjadi yaitu indra Penciuman klien tidak baik atau mengalami gangguan ditandai dengan klien tidak bisa membedakan jenis bau – bauan yang diciumkan klien
b.      Syaraf Kranial II (Nervus Optikus)
Ketajaman pandangan Klien tidak baik di tandai klien tidak dapat membaca tulisan yang diberikan oleh perawat dengan jarak 60 cm.
c.       Syaraf Kranial III (Nervus Okulamotorius)
Klien tidak dapat memutarkan bola mata kanannya
d.      Syaraf Kranial IV (Nervus Troklearis)
Klien tidak dapat mengarahkan matanya ke arah atas dan bawah.
e.       Syaraf Kranial V (Nervus Trigemmus)
Klien dapat mengunyah dengan baik
f.        Syaraf Kranial VI ( Nervus Abdusen)
Reflek menutup membuka mata klien baik
g.       Syaraf Kranial VII (Nervus Fasialis)
Bentuk wajah klien simetris, klien dapat tersenyum, klien tidak dapat membedakan rasa asin, pahit, manis dan asam.
h.       Syaraf Kranial VIII ( Nervus Vestibulokoklear)
Pendengaran klien baik di tandai dengan klien dapat menjawab pertanyaan perawat
i.         Syaraf Kranial IX ( Nervus Glasovaringeus)
kemampuan refleks menelan klien baik di tandai klien dapat menelan air liur.
j.        Syaraf Kranial X ( Nervus Vagus)
Refleks menelan klien baik
k.      Syaraf Kranial XI ( Nervus Accecorious)
Klien tidak bisa menahan bahu disebelah kanan
l.    Syaraf Kranial XII (Nervus hipoglosus)
Pergerakan lidah klien aktif ditandai dengan klien dapat mengeluarkan lidah dan menahan tekanan pada saat lidah diarahkan ke pipi.

2)      Sistem Integumen
a)   Perhatikan : nyeri, bengkak, flebitis, ulkus
b)   Inspeksi kemerahan & gatal, eritema
c)   Perhatikan pigmentasi kulit
d)   Kondisi gusi, gigi, mukosa & lidah
3)      Sistem Gastrointestinalis
a)   Kaji frekwensi, mulai, durasi, berat ringannya mual & muntah setelah pemberian kemotherapi
b)   Observasi perubahan keseimbangan cairan & elektrolit
c)   Kaji diare & konstipasi
d)   Kaji anoreksia
e)   Kaji : jaundice, nyeri abdomen kuadran atas kanan

4)      Sistem Hematopoetik
a)   Kaji Netropenia
§ Kaji tanda infeksi
§ Auskultasi paru
§ Perhatikan batuk produktif & nafas dispnoe
§ Kaji suhu
b)   Kaji Trombositopenia : < 50.000/m3 – menengah, < 20.000/m3 – berat
c)   Kaji Anemia
§ Warna kulit, capilarry refill
§ Dispnoe, lemah, palpitasi, vertigo
5)      Sistem Respiratorik & Kardiovaskular
a)   Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : Dispnoe, kering, batuk non produktif – terutama bleomisin
b)  Kaji tanda CHF
c)   Lakukan pemeriksaan EKG
6)      Sistem Neuromuskular
a)   Perhatikan adanya perubahan aktifitas motorik
b)  Perhatikan adanya parestesia
c)   Evaluasi refleks
d)  Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki
e)   Kaji gangguan pendengaran
f)    Diskusikan ADL

7)      Sistem genitourinari
a)   Kaji frekwensi BAK
b)   Perhatikan bau, warna, kekeruhan urine
c)   Kaji : hematuria, oliguria, anuria
d)  Monitor BUN, kreatinin

12.  Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a.       Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi jaringan saraf
b.      Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
c.       Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
d.      Resiko infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
e.       Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi
f.        Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi
g.       Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut
h.       Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
i.         Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan system hematopoetik


13.  Intervensi keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi jaringan saraf
Tujuan                    : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil           : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri .
Intervensi                :
1)      Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
2)      Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan
3)      Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi,visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
4)      Evaluasi penghilangan nyeri atau control
5)      Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.
b.      Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan                    : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi
Kriteria hasil           : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi                :
1)      Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat
2)      Orientasikan pasien terhadap lingkungan
3)      Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasI
4)      Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur
5)      Bicara dengan gerak mulut yang jelas
6)      Bicara pada sisi telinga yang sehat
c.       Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Tujuan                    : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil           :
1)      Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah
2)      Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat
3)      Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
4)      Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan
Intervensi    :
1)      Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasien
2)      Berikan dorongan higiene oral yang sering
3)      Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan
4)      Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan haluaran.
5)      Pantau masukan makanan tiap hari.
6)      Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)
7)      Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.
8)      Kontrol faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)
d.      Resiko infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
Tujuan                    : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil           :
1)      Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal
2)      Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.
3)      Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah
4)      disfungsi dan infeksi respiratori



Intervensi                :
1)      Kaji pasien terhadap bukti adanya infeksi
2)      Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih
3)      Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.
4)      Tekankan higiene personal
5)      Pantau suhu
6)      Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)
e.       Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi
Tujuan                    :   Integritas kulit tetap terjaga
Kriteria hasil           : Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trauma pada area kulit yang sakit
Intervensi                :
1)      Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kanker
2)      Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringan
3)      Hindari menggosok atau menggaruk area
4)      Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali diijinkan dokter.
5)      Hindarkan pakaian yang ketat pada area tersebut
6)      Oleskan vitamin A dan D pada area tersebut
7)      Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.
f.        Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi
Tujuan                    : tidak terjadi gangguan pada membran mukosa
Kriteria hasil           :
1)      Menunjukkan mukosa oral yang bersih dan utuh
2)      Tidak menunjukkan adanya ulserasi atau infeksi pada rongga mulut
3)      Melaporkan tidak adanya nyeri, kesulitan menelan dan dehidrasi
Intervensi                :
1)      Kaji kesehatan gigi dan higiene oral secara periodik
2)      Kaji rongga mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oral
3)      Instruksikan mengenai perubahahn diet misalnya hindari makanan panas atau pedas, anjurkan penggunaan sedotan, mencerna makanan lembut atau diblender.
4)      Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinfeksi oral
5)      Mulai program higiene oral : gunakan pencuci mulut dari salin hangat, larutan pelarut dari hidrogen peroksida, sikat dengan sikat gigi/benang gigi, pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir.
g.       Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut
Tujuan                    : gangguan harga diri teratasi
Kriteria hasil         : Mengungkapkan perubahan gaya hidup tentang perasaan tidak berdaya, putus asa
Intervensi                :
1)      Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu
2)      Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kanker
3)      Akui kesulitan yang mungkin di alami
4)      Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien /orang terdekat
5)      Beri dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan
6)      Gunakan sentuhan selama interaksi

h.       Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
Tujuan                    : gangguan defekasi tidak terjadi
Kriteria hasil           : Mempertahankan konsistensi atau pola defekasi umum



Intervensi                :
1)                  Kaji bising usus, gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi.
2)                  Pantau masukan dna haluaran serta berat badan
3)                  Dorong masukan cairan adekuat, peningkatan serat diet, latihan
4)      Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak, makanan serat tinggi, kafein tinggi.
5)      Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen.
6)      Berikan cairan IV, agen antidiare, laksatif.
i.         Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan system hematopoetik
Tujuan                    : perdarahan dapat teratasi
Kriteria hasil           :
1)                  Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi
2)                  Tidak menunjukkan adanya darah feses, urin atau emesis
3)                  Tidak menunjukkan perdarahan gusi
Intervensi :
1)                  Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombosit
2)      Kaji terhadap perdarahan : petekhie, penurunan Hb Ht, perdarahan dari orifisium tubuh
3)      Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : gunakan sikat gigi halus, hindari cairan pembilas mulut komersial, hindari makanan yang sulit dikunyah
4)      Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan : hindari mengukur suhu rektal, hindari suntikan IM, lembabkan bibir dengan petrolatum, mempertahankan masukan cairan
5)      Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.

(Doenges, 2000)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar