BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
1. HIV
MenurutPrice & Wilson, 1995 HIV (Human immunodeficiency virus) adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus), adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA).
Menurut Muma et al (1997) Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya
2. AIDS
2. AIDS
Menurut Samsuridjal Djauzi (2004). AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB) (Doengoes, 2000).
B. Patofisiologi
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistik.
Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi.
Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1. Hubungan seksualitas dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk kedalam aliran darah.
2. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC amerika, prevelansi penularan HIV dari ibu kebayi adalah 0,01% - 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20%-35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% .
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.
5. Alat-alat untuk menoreh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupin yang digunakan oleh para pengguna narkoba sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU (injecting drug user) secara bersama-sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan
C. Manifestasi klinik
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupaiflu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :
1. Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh.
2. Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.
3. AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
4. Full Blown AIDS
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.
D. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T
E. Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
· kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
· Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
· Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
· Neuropatikarena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,dansarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anorksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafaspendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
· Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
· Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengarandengan efek nyeri.
F. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
· Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
· Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
· Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
· Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
· Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuanmenghilangkanmengendalikan, dan pemulihan infeksiopurtunistik,nasokomial, atau sepsis.Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi ARV (anti retroviral theraphy)
ARV dapat menghentikan replikasi HIV, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi opportunistik. Obat ARV terdiri ats beberapa golongan antara lain
a. nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI), obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA, contoh obat golongan ini adalah zidovudine (ZDV), stavudine (d4T), dan lamivudine (3TC).
b. nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI), yang termasuk golongan ini adalah tenofovir (TDF).
c. protease inhibitor (PI) menghalangi kerja enzim protease yang yang berfungsi memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk memproduksi virus baru, contoh obat golongan ini adalah Indinavir (IDV), nelvinavir (NFV), squinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV), dan loponavir/ritonavir(LPV/r).
Nama obat | Jenis obat | Sediaan | Berapa kali/hari | Dengan/tanpa makan |
d4T 3TC DDI | RTI RTI NRTI | Kapsul :30 mg, 40 mg Tablet 150 mg, larutan oral 10 mg Tablet kunyah 100 mg | 2 X/hari 2 X/hari 2 X/ hari | Dapat diminum dengan/tanpa makan Dapat diminum dengan/tanpa makan Dapat diminum dengan/ tanpa makan |
d. Fusion inhibitor, yang termasuk obat golongan ini adalah enfuvirtide (T-20).
Ber
3. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
4. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
G. Pencegahan AIDS
Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk pencegahan penularan HIV/AIDS. Langkah pertama adalah mempelajari dan mengetahui fakta tentang AIDS yang benar. Semakin banyak yang Anda ketahui tentang AIDS, semakin kecil resiko Anda untuk ketularan. Yang terpenting adalah melakukan perilaku bertanggungjawab
1. Pencegahan AIDS melalui SEKS:
Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Untuk yang sudah aktif secara seksual, Anda dapat mengurangi resiko dengan: hanya melakukan hubungan seks dengan mitra tunggal menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks mengobati penyakit kelamin jika ada. Perlu dipertimbangkan apakah perilaku kita telah sesuai dengan norma agama dan norma masyarakat yang ada.
2. Pencegahan AIDS melalui DARAH
Hanya menerima tranfusi darah yang bebas HIV. Dalam situasi darurat, memilih donor darah yang sudah Anda kenal dan mempunyai resiko HIV yang cukup rendah.
Pastikan bahwa jarum yang akan kamu pakai sudah steril:gunakanlah jarum suntik yang baru, atau,lakukan sterilisasi dengan membersihkanjarum menggunakan alkohol atau pemutih.Untuk perempuan yang mengidap HIV, sebaiknya mempertimbangkan resiko HIV pada bayi sebelum hamil.
Pastikan bahwa jarum yang akan kamu pakai sudah steril:gunakanlah jarum suntik yang baru, atau,lakukan sterilisasi dengan membersihkanjarum menggunakan alkohol atau pemutih.Untuk perempuan yang mengidap HIV, sebaiknya mempertimbangkan resiko HIV pada bayi sebelum hamil.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASEIN DENGAN ACQUARED IMMUNODEFISIENCY SYNDROM (AIDS)
PENGKAJIAN
1.Aktifitas /istirahat :
Ø Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif
Ø Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp aktifitas
2.Sirkulasi
Ø Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila cedera
Ø takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver menurun, pengisian kapiler memanjang
3.Integritas ego
Ø Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dgn org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
Ø Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat badan
Ø Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi
Ø Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang
4.Eliminasi.
Ø Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
Ø Faeces encer disertai mucus atau darah
Ø Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah warna urin.
5.Makanan/cairan :
Ø Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
Ø Penurunan BB yang cepat
Ø Bising usus yang hiperaktif
Ø Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mucosa mulut
Ø Adanya gigi yang tanggal. Edema
6.Hygiene
Tidak dapat menyelesaikan ADL, memeperlihatkan penampilan yang tidak rapi.
7.Neurosensorik
Ø Pusing,sakit kepala.
Ø Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
Ø Kelemahanotot, tremor, penurunan visus.
Ø Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
Ø Gayaberjalan ataksia.
8.Nyeri/kenyamanan
Ø Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
Ø Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
Ø Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM, pincang.
9.Pernapasan
Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,sesak pada dada, takipnou, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10.Keamanan
Ø Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
Ø Demam berulang
11.Seksualitas
Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom yang tidak konsisten, lesi pd genitalia, keputihan.
12.Interaksi social
Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan
2. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
4. perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan defisit imunologis dan timbulnya lesi penyebab patogen
5. Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitasyang tdk terorganisir
6. Berduka disfungsional berhubungan dengan kematian atau perubahan gaya hidup yang segera terjadi, kehilangan fungsi tubuh perubahan penampilan, dan ditinggal mati oleh orang yang berarti.
INTERVENSI
Dx. 1.Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Tindakan:
1. auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.
2. catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan penggunaan otot asesoris.
3. berikan posisi semi fowler
4. lakukan section bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5. Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum.
Dx 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Tindakan :
1. Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi.
2. Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R/ Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3. Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
R/ Indikator tanda-tanda dehidrasi.
4. Timbang BB setiap hari
R/ penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
5. Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R/ Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa hausdan melembabkan membrane mucosa.
Dx 3.Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Tindakan:
1. auskultasi bising usus karena Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus.
2. timbang BB setiap hari BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
3. hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
4. berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
R/ Pengeringan mucosa, lesi pada mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan.
5. Berikan makanan yang mudah dicerna dan tdk merangsangPeningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairanpd dinding usus akan kurang.
6. rencanakan makan bersama keluarga/org terdekat. Barikan makan sesuai keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7. sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8. dorong klien untuk duduk saat makan.
9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian makanan
R/ menyediakan diet erdasarkan kebutuhan individu dengan rute yang tepat
10. Kolaborasi berikan NPT (hiperalimentasi/intralipid) sesuai petujuk
R/ kadang-kadang nutrisi parenteral diperlukan apabila pemberian makanan melalui oral tidak mungkin dilakukan
11. Berikan obat-obatan sesuai petujuk misalnya suplemen vitamin
R/ kekurangan vitamin terjadi akibat penurunan pemasukan makanan dan atau kegagalan mengunyah dan absorpsi dalam sistem gastrointestinal.
Dx 4. perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan defisit imunologis dan timbulnya lesi penyebab patogen.
Tujuan: untuk memperbaiki atau mempertahankan keutuhan mukosa oral
Tindakan:
1. Kaji membran mukosa/ catat seluruh lesi oral. Perthatikan keluhan myeri, bengkak dan sulit mengunyah atau menelan.
2. Berikan peawatan oral setiap hari dan setelah makan, gunakan sikat gigi halus, pasta gigi non abrasif, obat pencuci mulut non alkohol dan pelembab bibir.
3. Cuci lesi mukosa oral dengan menggunakan hidrogen peroksida
4. Dorong pemasukan oral sedikitnya 2500 ml/hari
R/ mempertahankan dehidrasi, mencegah pengeringan rongga mulut.
5. Dorong pasien untuk tidak merokok
R/ rokok akan mengeringkan dan mengiritasi membran mukosa
Dx 5: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitasyang tdk terorganisir
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
Tindakan :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasien
R/. Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
2. Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen
3. Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen
4. Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5. Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna
6. bersihkan kuku setiap hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
7. Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
8. Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit.
Dx 6. Berduka disfungsional berhubungan dengan kematian atau perubahan gaya hidup yang segera terjadi, kehilangan fungsi tubuh perubahan penampilan, dan ditinggal mati oleh orang yang berarti.
Tujuan: memahami maasalah HIV AIDS pada keluarganya.
Tindakan:
1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
2. Menegaskan tentang pentingnya pasien bagi orang lain.
3. Mendorong agar pasien mengungkapkan perasaan negatif.
4. Memberikan unpan balik terhadap perilakunya.
5. Memberikan rasa percaya dan keyakinan
6. Memberikan informasi yang diperlukan
7. Memberi dukungan moral, material (khusunya keluarga) dan spritual
8. Menghargai penilaian individu yang cocok terhadap kejadian
EVALUASI
1.Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
2.Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
3.Klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
4.Klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar