BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tren Keperawatan
Pada tahun 2010 bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi atau pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di Indonesia masih belum menggembirakan, banyak factor yang dapat menyebabkan masih rendahnya peran perawat professional, diantaranya :
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985 pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada tahun 1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk praktik keperawatan, lisensi )
Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan akan berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan “ sehat untuk semua pada tahun 2010 “, maka solusi yang harus ditempuh adalah :
1. Pengembangan pendidikan keperawatan
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan perawatan professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan profesi dan pendidikan keperawatan berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga perawatan professional dibidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih terus ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta prasarana penunjang pendidikan.
Universitas Indonesia (UI) meluncurkan Program Doktor (S3) Keperawatan pertama dan satu-satunya di Indonesia yang dimaksudkan untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang kesehatan.
"Ini sejalan tuntutan dan kebutuhan akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan yang sangat pesat," kata Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UI Dewi Irawaty dalam Peluncuran Program Doktor Keperawatan UI di Jakarta, Menurut dia, program doktor keperawatan di Indonesia sudah termasuk tertinggal karena Program Doktor Keperawatan pertama sudah dibuka di University of Columbia sejak 1923. Indonesia, ujarnya, baru memulai sistem pendidikan tinggi keperawatan pada 1985, dalam program studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran (FK) UI yang baru berkembang menjadi fakultas mandiri pada 1995 sebagai fakultas ke-12 di UI. Fakultas ini, ujarnya, baru membuka program magister pada 1999 yang dengan semakin meningkatnya jumlah perawat terdidik maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan kepada pasien dan masyarakat. Namun demikian ia mengingatkan, bahwa program doktor keperawatan seharusnya dibedakan dengan keperawatan sebagai profesi penunjang dalam praktek kedokteran. “Program S2 dan S3 itu lebih bersifat akademik yang berbeda dengan praktek. Jalur akademik ini lebih berkaitan dengan keilmuwan dan mengisi kebutuhan di level manajemen, pendidikan, dan klinikal," kata Kepala RSCM Akmal Taher yang juga hadir. Program ini, lanjut Dewi, diharapkan mampu menghasilkan lulusan berkualitas unggul baik sebagai peneliti, ilmuwan, pendidik, dan pemimpin di tengah masyarakat dengan kompetensi internasional dan mampu bersaing secara global.
2. Memantapkan system pelayanan perawatan professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model praktik keperawatan professional dalam memberikan asuhan keperawatan harus segera di lakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan dinamis serta kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organisasi keperawatan merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi profesi yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat.
Komitmen perawat guna memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik secara mandiri ataupun melalui jalan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sangat penting dalam terwujudnya pelayanan keperawatan professional. Nilai professional yang melandasi praktik keperawatan dapat di kelompokkan dalam :
1. Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari :
a. Body of Knowledge
b. Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan)
c. Menggunakan pengetahuan dalam berpikir secara kritis dan kreatif.
2. Nilai komitmen moral.
Pelayanan keperawatan diberikan dengan konsep altruistic, dan memperhatikan kode etik keperawatan. Menurut Beauchamp & Walters (1989) pelayanan professional terhadap masyarakat memerlukan integritas, komitmen moral dan tanggung jawab etik.
Aspek moral yang harus menjadi landasan perilaku perawat adalah :
a. Beneficience
selalu mengupayakan keputusan dibuat berdasarkan keinginan melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien. (Johnstone, 1994)
b. Fair
Tidak mendeskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya, keadaan ekonomi dan sebagainya, tetapi memprlakukan klien sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki.
c. Fidelity
Berperilaku caring (peduli, kasih sayang, perasaan ingin membantu), selalu berusaha menepati janji, memberikan harapan yang memadahi, komitmen moral serta memperhatikan kebutuhan spiritual klien.
3. Otonomi, kendali dan tanggung gugat
Otonomi merupakan kebebasan dan kewenangan untuk melakukan tindakan secara mandiri. Hak otonomi merujuk kepada pengendalian kehidupan diri sendiri yang berarti bahwa perawat memiliki kendali terhadap fungsi mereka. Otonomi melibatkan kemandirian, kesedian mengambil resiko dan tanggung jawab serta tanggung gugat terhadap tindakannya sendiribegitupula sebagai pengatur dan penentu diri sendiri. Kendali mempunyai implikasi pengaturan atau pengarahan terhadap sesuatu atau seseorang. Bagi profesi keperawatan, harus ada kewenangan untuk mengendalikan praktik, menetapkan peran, fungsi dan tanggung jawab anggota profesi. Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukannya terhadap klien.
B. Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Indonesia telah memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai dengan perubahan-perubahan yang cepat disegala bidang, menuju kepada keadaan yang lebih baik. Di bidang kesehatan tuntutan reformasi total muncul karena masih adanya ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, kurangnya kemandirian dalam pembangunan bangsa dan derajat kesehatan masyarakat yang masih tertinggal di bandingkan dengan negara tetangga. Reformasi bidang kesehatan juga diperlukan karena adanya lima fenomena utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu perubahan pada dinamika kependudukan, temuan substansial IPTEK kesehatan/kedokteran, tantangan global, perubahan lingkungan dan demokrasi disegala bidang.
Berdasarkan pemahaman terhadap situasi dan adanya perubahan pemahaman terhadap konsep sehat sakit, serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi tentang determinan kesehatan bersifat multifaktoral, telah mendorong pembangunan kesehatan nasional kearah paradigma baru, yaitu paradigma sehat.
Paradigma sehat yang diartikan disini adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan maksud melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih sehat dan roduktif serta tidak jatuh sakit. Disisi lain, dipandang dari segi ekonomi, melakukan investasi dan intervensi pada orang sehat atau pada orang yang tidak sakit akan lebih cost effective dari pada intervensi terhadap orang sakit. Pada masa mendatang, perlu diupayakan agar semua policy pemerintah selalu berwawasan kesehatan, motto-nya akan menjadi "Pembangunan Berwawasan Kesehatan".
C. Pengaruh Politik Terhadap keperawatan Profesional
Menurut sejarah, keterlibatan Perawat dalam politik terbatas. Walaupun secara individu, seperti Florence Nightingale, Lilian Wald, Margaret sanger, dan Lavinia Dock telah mempengaruhi dalam perbuatan keputusan seperti sanitasi, nutrisi, dan keluarga berencana, perawat kurang dihargai sebagai kelompok (Hall-long, 1995). Akan tetapi gerakan wanita telah memberikan inspirasi pada perawat masalah perawatan kesehatan. Selain itu banyaknya lulusan yang berpendidikan tinggi masuk sebagai anggota profesi, mereka membawa keperawatan kedalam aktivitas dan kegiatan dikampus universitas.
Pada tahun 1974, ANA membentuk the nurse coalition in politics (N-CAP), yang menjadi komite aksi politik (political action committee [PAC]) pertama bagi perawat. Organisasi ini yang kemudian dikenal sebagai ANA-PAC, merupakan komite aksi politik utama yang mencari dukungan bagi kandidat yang ingin masuk ke dalam kantor federal (Mason, 1990).
Kekuatan politik merupakan kemampuan untuk mempengaruhi atau meyakinkan seseorang untuk memihak pada pemerintah untuk mempertahankan bahwa kekuatan dari pihak tersebut membentuk hasil yang diinginkan (Rogge, 1987). Dahulu, perawat merasa tidak nyaman dengan politik karena mayoritas perawat adalah wanita dan politik merupakan dominasi laki-laki. Perawat juga tidak menyadari preseden historis yang ditetapkan oleh perawat dalam area politik, dan karena mereka tidak pada secara politik, perawat kurang mendapatkan pendidikan politik untuk memenangkan kompetisi dalam politik (Mason dan Talbott, 1985: Mason, 1990)
Keterlibatan perawat dalam politik mendapatkan perhatian yang lebih besar dalam kurikulum keperawatan, organisasi professional dan tempat perawatan kesehatan (Stanhope dan Belcher, 1993). Organisasi keperawatan telah memperkerjakan seseorang yang mampu melobi untuk mendorong terbentuknya legislasi Negara bagian dan U.S. Congress untuk meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Kalisch dan Kalisch (1982) menuliskan bahwa ANA
“bekerja untuk meningkatkan standar kesehatan dan ketersediaan pelayanan perawatan kesehatan bagi semua orang; mendorong standar peperawatan yang tinggi, menstimulasi dan meningkatkan pengembangan perawat professional dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan umum. Tujuan ini dibatasi oleh pertimbangan kenegaraan, ras, keturunan, gaya hidup, warna kulit, seks dan jenis usia.
ANA memperkerjakan seseorang perawat terdaftar dalam melakukan lobi setingkat federal, dan organisasi keperawatan Negara bagian juga memperkerjakan seorang yang mampu melakukan lobi dan spesialis legislasi untuk bekerja pada isu-isu keperawatan di Negara bagian dan membantu upaya federal. Akhirnya, ahli melobi yang bekerja atas nama perawat diperkerjakan di Washington oleh kelompok minat professional seperti American federation of theacher, NLN, American college of nurse-midwives, American public healt Assosiation, AACN. Kelompok ini bertujuan untuk menghilangkan kendala financial dari perawatan kesehatan, meningkatkan asuhan keperawatan yang tersedia, meningkatkan penghargaan ekonomi untuk perawtan untuk memperluas peran perawat professional.(Aiken, 1982).
Selain itu perawat, secara individu dapat mempengaruhi keputusan politik pada semua tingkat pemerintahan dan organisasi keperawatan menggabungkan semua upaya seperti pada Nursing’s Agenda For Healt Care Reform (Tri-Council, 1991) akan secara kritis menerapkan pengaruh perawat dalam proses politik sedini mungkin (Hall- Long, 1995). Strategi spesifik mencakup pengintegrasian peraturan publik ke dalam kurikulum keperawatan, sosialisasi dini dan berpartisipasi dalam organisasi profesi, memperluas lingkungan tempat praktik klinik dan menjalankan tempat pelayanan kesehatan di masyarakat.
Jika perawat menjadi mahasiswa yang serius dalam memperhatikan kebutuhan social, menjadi aktifis dalam mempengaruhi peraturan untuk memenuhi kebutuhan dan menjadi contributor waktu dan uang yang terbuka bagi keperawatan dan organisasi mereka dapat menjadi kandidat untuk bekerja bagi asuhan kesehatan yang baik secara universal, maka masa depan akan menjadi cemerlang.
kondisi riil di Indonesia (berdasarkan audiensi ppni pusat dan wilayah saat aksi nasional 12 mei 2008 - 8 juni 2009 dan berbagai proses loby dan negosiasi)
a. tidak ada kepastian hukum bagi profesi keperawatan
b. hilangnya peluang untuk bersaing dengan perawat asing karena tidak adanya sertifikat yang diakui internasional
c. perbandingan perawat dan pasien tidak seimbang sehingga sangat susah untuk memberikan pelayanan prima
saatnya kita introspeksi diri, mengapa Undang-undang keperawatan sampai sekarang belum disahkan? mengapa undang-undang yang mengatur dan bisa melindungi perawat sampai sekarang sudah tidak terdengar? apakah Drafnya di parlemen sudah usang dan tidak terbaca lagi oleh anggota dewan? atau kita akan puas kalau undang-undang itu hanya menjadi draf saja? jawabannya tidak lain karena kita tidak punya wakil yang bisa memperjuangkan undang-undang tersebut.
Mari kita lirik profesi guru dan dosen, dengan diterbitkannya Undang-undang guru dan dosen tentu saja mengangkat kesejahteraan mereka, terutama dengan adanya sertifikasi guru dan dosen. mengapa mereka bisa? tentu saja karena mereka memiliki organisasi profesi yang kuat dan mereka banyak memiliki wakil di parlemen. Banyak guru dan dosen, bahkan rektor yang turun gunung masuk dunia politik dan menjadi anggota dewan, tentu saja nantinya mereka akan menjadi pejuang pendidikan dalam dunia politik, dan mereka mendapat dukungan dari teman-teman seprofesinya. Sehingga kita sebagai profesi perawat harus mengembangkan pengetahuan tidak hanya terbatas pada ilmu keperawatan. Tetapi juga menguasai ilmu politik, ilmu sosial, ilmu hukum, dan ilmu lainnya. Niscaya kita akan menjadi profesi yang kuat.
D. Pengaruh Keperawatan pada Kebijakan dan Praktik Perawatan Kesehatan
Perawat lebih terlibat dalam pembaharuan perawatan kesehatan. Nursing’s Agenda for Health Care Reform mendorong lahirnya system perawatan kesehatan yang mudah diperoleh, berkualitas dan pelayanan baik dengan biaya yang rasional (Tri Council, 1991).
Aktivitas dan komitmen politik merupakan bagian dari profesionalisme dan politik merupakan aspek yang penting dalam memberikan perawatan kesehatan. Oleh sebab itu perawat tidak boleh memandang politik sebagai suatu urusan yang kotor, tetapi sebagai suatu kenyataan dimana termasuk di dalamnya seni mempengaruhi, bernegosiasi, dan interaksi social. Perawat telah terlibat dalam bentuk politik yang berbeda disekolah keperawatan dan di tempat perawatan kesehatan ketika mencari tambahan sumber daya, peningkatan kemandirian, dan tanggung gugat terhadap penguasa. Keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman dapat ditransfer ke dalam politik pembuatan kebijakan perawatan kesehatan.
Sepanjang perawat mempertahankannya keterlibatannya dalam kebijakan dan praktik asuhan kesehatan, informasi yang tidak tepat dari pihak luar tidak dapat memaksakan keinginan mereka pada keperawatan dan praktik keperawatan. Kelompok bukan keperawatan, sering kali disampaikan oleh pemberi perawatan kesehatan yang lain, mencoba untuk menekankan aturan perizinan institusi, pendidikan yang berkelanjutan yang baku, pembatasan praktik keperawatan lanjutan, dan aturan lain yang berkenaan dengan profesi dimana profesi tersebut harus memiliki suara sendiri dalam memberikan keputusan dalam hal tersebut di atas dan berbagai bidang lain yang mempengaruhi kualitas asuhan keperawatan. Walaupun perawat telah mencegah terjadinya pelanggaran pada aturan profesi, keperawatan dimasa yang akan datang menuntut perawat baik secara individu maupun kelompok untuk mendapatkan lebih banyak lagi pengaruh pada kebijakan asuhan kesehatan yang mempengaruhi praktik keperawatan.
Seputar RUU Keperawatan, Achir menuturkan bahwa tahun 2005 RUU sudah diterima DPR. Tetapi sampai tahun 2007, RUU tersebut belum juga dikerjakan. Melihat tidak seriusnya para legislator, maka PPNI melalui Gerakan Nasional 12 Mei 2008 mendorong RUU ini diundangkan paling lambat 2009. Akhirnya, melalui keputusan tanggal 16 Desember 2008 RUU Keperawatan masuk dalam Proglegnas tahun 2009 urutan ke-26.
Lebih lanjut, ia menjelaskan situasi konkret yang kerap terjadi antara masyarakat atau pasien dengan perawat. Di saat tertentu, ada pasien yang hendak diperiksa tetapi tidak ada dokter, yang ada hanya perawat. Dalam situasi dilematis ini, jika perawat menolak memeriksa maka ia akan "diadili" oleh pasien atau masyarakat. Tapi jika perawat memeriksa, maka ia akan dikenai sanksi hukum. "Itu bisa terjadi karena kita belum ada UU Keperawatan. Yang ada hanya Kepmenkes. Itu kalah dengan UU Kedokteran," jelas Achir .
Lebih lanjut, ia menjelaskan situasi konkret yang kerap terjadi antara masyarakat atau pasien dengan perawat. Di saat tertentu, ada pasien yang hendak diperiksa tetapi tidak ada dokter, yang ada hanya perawat. Dalam situasi dilematis ini, jika perawat menolak memeriksa maka ia akan "diadili" oleh pasien atau masyarakat. Tapi jika perawat memeriksa, maka ia akan dikenai sanksi hukum. "Itu bisa terjadi karena kita belum ada UU Keperawatan. Yang ada hanya Kepmenkes. Itu kalah dengan UU Kedokteran," jelas Achir .
Menurutnya, sudah banyak kasus "diciduknya" perawat oleh kepolisian terkait persoalan di atas. Diantaranya di Pati, Wonogiri, Kaltim, Banten, dan tempat lain. Supaya hal tersebut tidak terjadi, maka harus ada batasan yang jelas, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang perawat. Ini merupakan kebijakan pemerintah untuk segera mengesahkan UU keperawatan.
Bapak Zuber Safawi, SHI.( anggota DPR RI periode 2004-2009) menyampaikan cara paling efektif agar UU keperawatan bisa disahkan adalah kesadaran anggota DPR RI tentang urgensi UU keperawatan perlu ditumbuhkan sehingga menjadi kesadaran kolektif seluruh anggota DPR RI, pendekatan dan loby kepada pimpinan DPR RI dan seluruh anggota fraksi agar terbentuk fungsi representatif dari seluruh anggota fraksi (seluruh anggota fraksi anggota DPR RI yang berjumlah 45 orang sepakat RUU keperawatan disahkan), jika hal ini bisa terlaksana maka RUU keperawatan akan dengan mudah disahkan. Tidak hanya loby saja, aksi besar-besaran untuk mendongkrak opini publik sangat diperlukan baik di tingkat wilayah dan nasional (PPNI, perawat, mahasiswa dan stakeholder terkait) dengan begitu RUU yang sekarang posisinya masih di baleg bisa dengan mudah masuk ke pimpinan DPR dan mendapat persetujuan semua fraksi, dan proses seterusnya bisa berlajalan lancar sampai UU keperawatan bisa disahkan.
Aksi massa turun ke jalan sangat perlu dilakukan guna penguatan dari proses loby dan bisa mendongkrak opini publik, aksi massa sebaiknya dilakukan tepat saat sidang paripurna, sidang paripurna dilakukan setiap hari selasa dan jika memang perlu dilaksanakan sidang paripurna istimewa akan dilakukan secara terus menerus dalam waktu 1 minggu.
Aksi massa turun ke jalan sangat perlu dilakukan guna penguatan dari proses loby dan bisa mendongkrak opini publik, aksi massa sebaiknya dilakukan tepat saat sidang paripurna, sidang paripurna dilakukan setiap hari selasa dan jika memang perlu dilaksanakan sidang paripurna istimewa akan dilakukan secara terus menerus dalam waktu 1 minggu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makalah ini memperlihatkan bahwa keperawatan bukan profesi yang statis dan tidak berubah tetapi profesi yang secara terus menerus berkembang dan terlihat dalam masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode perawatan kesehatan berubah, karena gaya hidup berubah dan perawat sendiri juga berubah. Berbicara tentang keperawatan bearti berbicara tentang keperawatan pada suatu waktu tertentu.
Filosofi dan defenisi terkini dari keperawatan memperlihhatkan tren holistic dalam keperawatan ditujukan pada manusia secara keseluruhan dalam segala dimensi, dalam sehat dan sakit, dan dalam interaksinya dengan keluarga dan komunitas. Keperawatan menetapkan diridalam ilmu social dan bidang lain karena focus asuhan keperawatan meluas.
Satu tren dalam pendidikan keperawatan adalah berkembangnya jumlah peserta didik keperawatan yang mnerima pendidikan dasar di sekolah dan universitas. Organisasi keperawatan professional terus menerus menekankan pentingnya pendidikan bagi perawat dalam mendapatkan dan memperluas peran baru.
Tren praktik meliputi perkembangannya bernagai tempat praktik dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar. Perawat secara terus menerus meningkatkan otonomi dan penghargaan sebagai anggota dari tim asuhan kesehatan. Peran perawat meningkat dengan meluasnya focus asuhan keperawatan.
Tren dalam keperawatan sebagai profesi meliputi perkembangan aspek-aspek dari keperawatan yang mengkarakteristikan keperawatan sebagai profesi, meliputi pendidikan, teori, pelayanan, otonomi dan kode etik. Aktivitas dari organisasi professional keperawatan menggambarkan seluruh tren dalam pendidikan dalam praktek keperawatan. Akhirnya, seluruh hal yang mempengaruhi keperawatan juga menggambarkan tren dalam keperawatan kontemporer.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami selaku penulis berpesan kepada pembaca khusunya bagi tenaga kesehatan agar lebih mendalami pengetahuan tetang Tren dalam keperawatan professional. Maka dari itu keprofesionalan seorang perawat adalah mereka yang dapat memahami apa yang dilakukan, siapa subjek dalam praktik keperawatan serta tanggung jawab terhadap profesi, masyarakat dan dirinya sendiri.
Agar terwujudnya suatu lembaga kesehatan, yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai sehingga maka penulis menyarankan kepada lembaga kesehatan hendaknya lebih mengutamakan fasilitas kesehtan. Untuk memudahkan pelayana kesehatan untuk masyarakat. Semoga rumah sakit di Indonesia khususnya di kota Pontianak dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar