Jumat, 16 September 2011

askep polip

Polip
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIP HIDUNG
A. Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.
Gambar 1.
B. Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.
C. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
D. Tinjauan Keperawatan
PENGKAJIAN :
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh
sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien men
gkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
- Hidung terasa tersumbat, susah bernafas
- Keluhan gangguan penciuman
- Merasa banyak lender, keluar darah
- Klien merasa lesu, tidak nafsu makan
- Merasa pusing
Data Obyektif
1. Demam, drainage ada : Serous
Mukppurulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang ? Pucat,
edema keluar dari hidung atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan
edema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan
E. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Resiko infeksi
F. Perencanaan Keperawatan
1. Nyeri akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan
No.
Intervensi
Rasional
1
2
3
1
· Kaji tingkat nyeri klien
· Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
· Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
· Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
· Kolaborasi dngan tim medis
- Terapi konservatif :
a. obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung

· Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
· Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
· Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
· Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
· Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
No.
Intervensi
Rasional
1
2
3
1
Mandiri
· Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
· Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif
· Penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret
· Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial
· Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi
· Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
· Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi
· Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
· Mencegah obstruksi/aspirasi
· Membantu pengenceran sekret
2
Kolaborasi
· Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator
· Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Kriteria : Peningkatan masukan makanan, tidak ada penurunan berat badan lebih lanjut
No
Intervensi
Rasional
1
2
3
1
Mandiri
· Pastikan pola diit biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai
· Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus.
· Awasi masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
· Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan
· Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi kalori dan tinggi karbohidrat
· Auskultasi bising usus, palpasi/observasi abdomen
· Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster
4. Resiko infeksi
Tujuan : infeksi tidak ada
Kriteria : Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah / menurunkan risiko infeksi. Meningkatkan penyembuhan luka, bebas eritema, dan demam.
No
Intervensi
Rasional
1
2
3
1
Mandiri
· Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien.
· Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur / perawatan luka.
· Berikan perawatan kulit, perianal, dan oral dengan cermat.
· Dorong perubahan posisi / ambulasi yang sering.
· Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardi dengan / tanpa demam.
· Pantau / batasi pegunjung.
Kolaborasi
· Berikan antiseptik topikal ; antibiotik sistemik.
· Mencegah kontaminasi silang / kolonisasi bakterial.
· Menurunkan risiko kolonisasi / infeksi bakteri.
· Menurunkan risiko kerusakan kulit / jaringan dan infeksi.
· Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah decubitus pencetus infeksi.
· Adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi pengobatan
· Membatasi pemajanan pada bakteri / infeksi.
· Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi lokal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar