Jumat, 16 September 2011

herpes zoster

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.1,2 Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis 3 dan 4. Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), berturut-turut didapatkan insiden penyakit ini sebagia berikut :
Tahun 1981 : 154 penderita
Tahun 1982 : 181 penderita
Tahun 1983 : 137 penderita
Tahun 1984 : 160 penderita
Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 300.000 kasus baru penderita herpes zoster setiap tahunnya. Insiden penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia.
Angka insiden rata-rata per tahun :
Sejak lahir – 9 tahun           :   0,74/1000
40 tahun – 49 tahun            :   2,92/1000
80 tahun – 89 tahun            :   10,10/1000
Berdasarkan data-data diatas, maka penulis tertarik untuk membahas permasalahan herpes zoster dan menyusun makalah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi herpes zoster sehingga perawat dapat membuat asuhan keperawatan yang tepat.
B. Tujuan Penulisan
1.      Meningkatkan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen dengan Infeksi Virus Herpes Zoster
2.      Memberikan gambaran tentang Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen dengan Infeksi Virus Herpes Zoster
3.      Menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

C. Ruang Lingkup Penulisan
Karena luasnya permasalahan pada makalah ini maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan pada Anatomi Fisiologi Sistem Integumen, Konsep Dasar tentang Herpes Zoster, dan Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen dengan Infeksi Virus Herpes Zoster.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab   I        :    Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab  II       :   Tinjauan Teoritis terdiri dari anatomi kulit, fisiologi kulit, dan konsep dasar penyakit
Bab  III      :  Asuhan Keperawatan Herpes Zoster yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Bab   IV    :      Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran



BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.  Anatomi Sistem Integumen ( Kulit )
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar menutupi dan melindungi permukaan tubuh, berhubungna dengan selaput lender yang melapisi ronga-rongga, lubang-lubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa.
Kulit tersusun dari tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan. Setiap lapisan akan semakin berdiferensiasi (menjadi masak dan memiliki fungsi yang lebih spesifik) ketika tumbuh dari lapisan stratum germinativum basalis ke lapisan stratum korneum yang letaknya paling luar.



Lapisan Kulit
1.   Epidermis
Ada dua jenis sel yang lazimnya terdapat dalam epidermis, yaitu sel-sel Merkel dan Langerhans. Fungsi sel Merkel belum dipahami dengan jelas, tetapi diperkirakan berperanan dalam lintasan neuroendokrin epidermis. Sel Langerhans diyakini mempunyai peranan yang signifikan dalam respons antigen-antigen kutaneus.
Epidermis mengalami modifikasi pada berbagai daerah tubuh yang berbeda. Lapisan ini paling tebal pada daerah telapak tangan serta kaki, dan mengandung keratin dalam jumlah yang lebih besar. Ketebalan epidermis dapat meningkat jika bagian tersebut banyak digunakan dan bisa mengakibatkan pembentukan kalus pada tangan atau klavus (corns) pada kaki.
Epidermis terdiri dari beberapa lapisan sel, yaitu :
a.       Stratum Korneum. Selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati, dan mengandung zat keratin. Keratin merupakan protein fibrosus insolubel yang membentuk barrier paling luar kulit dan memliki kemampuan untuk mengusir mikroorganisme patogen serta mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh. Keratin merupakan unsur utama yang mengeraskan rambut dan kuku.
b.      Stratum Lusidum. Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang bening dan batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat.
c.       Stratum Granulosum. Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma, terdapat butir-butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir-butir stratum granulosum.
d.      Stratum Spinosum / Stratum Akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal da daat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawa mikroskop bahwa sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal/banyaknya sudut dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel-selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut ada hubungan antara sel yang lain yang disebut intercelulair bridges atau jembatan inter seluler.
e.       Stratum Basal / Stratum Germinativum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal/ basis, stratum germinativum menggantikan sel-sel yang diatasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis, sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari pada epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tapi bergelombang, pada waktu korium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit). Dipihak lain epidermis menonjol ke arah korium, tonjolan ini disebut Rete Ridges atau rete pegg = Prosesus inter papilaris.

2.   Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan subkutan tapi batas ini tidak jelas, hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak.
Dermis terdiri dari 2 lapisan :
a.       Bagian atas : Pars Papilaris (stratum papilar), berada langsung di bawah epidermis dan tersusun terutama dari sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen dari jaringan ikat.
b.      Bagian bawah : Retikularis (stratum retikularis), terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen serta berkas-berkas serabut elastik.

Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut. Dermis sering disebut sebagai ”kulit sejati”.

3.   Jaringan Subkutan
Ini merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan ini memungkinkan mobolitas kulit, perubahan kontur tubuh, dan penyekatan panas tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan tersebar meurut jenis kelamin seseorang dan secara parsial menyebabkan bentuk tubuh laki-laki dan perempuan berbeda. Makan yang berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit.
Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh. Subkutan terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan diantar gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikuus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama. Guna penikulus adiposus adalah sebagai shok breker, yaitu pegas / bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu tubh, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh.

B.  Fisiologi Kulit
Kulit mempunyai banyak fungsi. Bahan lemak yang bisa larut dapat menembus kulit melalui folikel rambut dan kelenjar sebasea. Kulit yang atropi atau senil mengandung lebih sedikit folikel rambut, jadi permeabilitas bahan lemah yang bisa larut melalui kulit berkurang pada saat sudah lanjut usia. Secara umum, fungsi kulit adalah sebagai berikut :


1.   Perlindungan
Kulit yang menutupi sebagaian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm saja, padahal kulit memberikan perlindungna yang sangat efektif terhadap invasi bakteri dan benda asing lainnya. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memberikan perlindungan terhadap pengaruh trauma yang terus-menerus terjadi di daerah tersebut.

2.   Sensibilitas
Ujung-ujung reseptor serabut pada kulit memungkinkan tubuh untuk memantau secara terus-menerus keadaan lingkungan di sekitarnya. Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan dan tekanan (atau sentuhan yang berat). Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda. Meskipun tersebar diseluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada sebagian daerah dibandingkan bagian lainnya. Sebagai contoh, ujung-ujung jari tangan jauh lebih terinervasi ketimbang kulit pada bagian punggung tangan.

3.   Keseimbangan Air
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian akan mencegah hilangnya air dan elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Bila kulit mengalami kerusakan, misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit dalam jumlah besar dalam hilang dengan cepat sehingga bisa terjadi kolaps sirkulasi, syok, serta kematian.

4.   Pengaturan Suhu
Tubuh secara terus-menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi. Panas ini akan hilang terutama lewat kulit. Tiga proses fisik yang penting terlibat dalam kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan. Proses pertama, yaitu radiasi, merupakan pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah dan berada pada suatu jarak tertentu. Proses kedua, yaitu konduksi, merupakan pemindahan panas dari tubuh ke benda lain yang lebih dingin yang bersentuhan dengan tubuh. Panas yang dipindahkan lewat konduksi ke udara yang melingkupi tubuh akan dihilangkan melalui proses ketiga, yaitu konveksi, yang terdiri atas pergerakan massa molekul udara hangat yang meninggalkan tubuh.
Pengeluaran keringat merupakan proses lannya yang digunakan tubuh untuk mengatur laju kehilangan panas. Pengeluaran keringat tidak akan tejadi sebelum suhu internal tubuh melampaui 37 derajat Celcius tanpa tergantung pada suhu kulit. Pada hawa lingkungan yang sangat panas, laju produksi keringat dapat setinggi 1L/jam. Dalam keadaan tertentu,misalnya pada stres emosional, pengeluaran keringat dapat terjadi secara refleks dan tidak ada hubungannya dengan keharusan untuk menghilangkan panas dari tubuh.

5.   Produksi Vitamin
Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. Vitamin D merupakan unsur esensial untuk mencegah penyakit riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta fosfor dan yang menyebabkan deformita tulang.

6.   Fungsi Respon Imun
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa sel dermal merupakan komponen penting dalam sistem imun. Penelitian yang masih berlangsung harus mendefinisikan lebih jelas peranan sel-sel dermal ini dalam fungsi imun.


C.  Konsep Dasar Penyakit
1.   Pengertian
      Herpes Zoster adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel-vesikelnya yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensoik kulit sesuai dermatom. (Menurut R.S Siregar, 1996, Hal 96).
      Herpes Zoster adalah suatu penyakit gelembung yang akut, biasanya mengenai orang dewasa, yang karakteristik oleh karena lokasi penyakit ini mengenai sebelah bagian badan di dalam satu dermatom. (Menurut Jubianto Judonarso dan Sjaiful Fahmi, 1985, Hal 13).
      Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf  sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus. (Menurut Marwali Harahap, 2000, Hal 92).
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. (Menurut Adhi Djuanda dkk, 1993, Hal 94).
Herpes Zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus varisela yang berada laten di jaras saraf sensorik setelah pasien pulih dari varisela dan muncul beberapa tahun setelah infeksi varisela. (Menurut Elizabeth J. Corwin, Hal 604).
 Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya dan radang ini dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella. (http://httpyasirblogspotcom).
                Herpes Zoster merupakan kelainan inflamatorik viral dimana virus penyebabnya menimbulkan erupsi vesikuler yang nyeri disepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior. (Menurut Smeltzer, Suzanne C, Hal 1865).

2.   Etiologi
Penyakit herpes zoster disebabkan oleh virus varicella-zoster yang beada laten di jaras saraf sensorik setelah pasien pulih dari cacar air (varisela). Virus tersebut dapat menimbulkan penyakit varicella (cacar air) atau penyakit herpes zoster, bergantung pada kekebalan penderita. Infeksi primer dengan virus ini akan menimbulkan penyakit varicella. Jadi varicella terjadi pada seorang penderita yang tidak mempunyai kekebalan. Sedangkan virus yang bangkit kembali (reaktivasi virus) dari saraf posterior (dorsal nerve root) akan menimbulkan penyakit herpes zoster, terjadi pada seseorang yang mempunyai kekebalan yang tidak sempurna.
               Virus varicella zoster merupakan salah satu dari empat virus herpes yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Secara morfologi, semua virus herpes tidak dapat dibedakan satu sama lain. Virus herpes dapat menimbulkan infeksi akut, kronik, laten atau kambuhan (rekuren) dan sebagian lagi mempunyai potensial onkogenik (kemampuan untuk menimbulkan kanker). Sampai sekarang belum pernah dilaporkan timbulnya kanker sebagai akibat penyakit herpes zoster.

3.   Patofisiologi
               Selama terjadinya infeksi varisela, VZV (varicella zoster virus) meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di sini tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksinya.
               Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat.
               VZV (varicella zoster virus) yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster.



4.   Manifestasi Klinis
                  Penyakit herpes zoster biasanya didahului oleh gejala permulaan penyakit berupa lemah-lesu (malaise), demam, dan mual. Satu atau dua hari kemudian akan diikuti perasaan seperti terbakar, gatal, dan kesemutan. Dua tiga hari kemudian timbul kemerahan setempat yang disertai edema (sembab) pada daerah dermatom yang akan muncul kelainan kulit. Kelainan kulit tersebut hanya setempat dan mengenai hanya sebelah bagian badan, yaitu terbatas hanya pada daerah kulit yang dipersarafi oleh satu saraf sensorik.
                  Kadang-kadang dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening setempat pada permukaan kulit. Selanjutnya pada kulit yang terdapat kemerahan tadi akan timbul bentol-bentol kecil yang disebut papul, yang dalam waktu 36 jam akan berubah lagi menjadi gelembung-gelembung yang disebut vesikel dan berisi cairan jernih. Setelah 3 atau 4 hari isi gelembung-gelembung tersebut akan berubah menjadi keruh seperti nanah dan disebut pastul. Pastul-pastul tersebut akan mengering dan membentuk keropeng dalam waktu 10-12 hari. Penyakit tersebut berlangsung kurang lebih 2,5 minggu. Vesikel herpes zoster biasanya terdapat dikulit secara unilateral disepanjang dermatom yang terinfeksi. Tempat yang sering terinfeksi adalah wajah, leher, dan dada.
                  Daerah yang paling sering terkena adalah daerah lokal, walaupun daerah-daerah  lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa. Sebelum timbul gejala kulit terdapat gejala prodromal baik sistemik (demam, pusing, malese), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pengal dan sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang erimatosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan disebut herpes zoster hemoragik. Dan pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatris. 


Menurut lokasi lesinya, dikenal beberapa herpes :
a.       Bila menyerang wajah, yang dipersarafi Nervus V disebut herpes zoster frontalis.
b.      Bila menyerang dahi dan sekitar mata disebut herpes zoster oftalmik.
c.       Bila menyerang dada dan perut disebut herpes zoster torakalis.
d.      Bila menyerang bokong dan paha disebut herpes zoster lumbalis.
e.       Bila menyerang pundak dan lengan disebut herpes zoster servikalis.
f.        Bila menyerang sekitar anus disebut herpes zoster sakralis.
g.       Bila menyerang telinga disebut herpes zoster otikum.
Bentuk-bentuk lain herpes zoster :
a.       Herpes zoster hemoragika
b.      Herpes zoster abortivum
c.       Herpes zoster generalisata

5.   Komplikasi
a.       Neuralgia post-herpetik atau nyeri setelah penyakit herpes zoster itu sembuh
b.      Infeksi bakteri sekunder pada vesikel
c.       Dapat timbul sindrom Reye pada anak yang diberi aspirin sewaktu mengidap cacar air
d.      Sikatriks

6.   Penatalaksanaan
a.       Istirahat
b.      Analgetik
c.       Bedak salisil 2%
d.      Salep kloramfenikol 2%
e.       Penatalaksanaan terutama bersifat suportif dan ditujukan untuk terjadinya infeksi bakteri sekunder
f.        Obat antivirus asiklovir
g.       Pengobatan dengan imunomodulator, seperti isoprinosin dan antivirus seperti interferon    
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.     Pengkajian Keperawatan
1.      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat menderita penyakit cacar
b.      Riwayat immunocompromised (HIV/AIDS, leukimia)
c.       Riwayat terapi radiasi
2.      Diet
3.      Keluhan utama
a.       Nyeri
b.      Sensasi gatal
c.       Lesi kulit
d.      Kemerahan
e.       Fatige
4.      Riwayat Psikososial
a.       Kondisi psikologis pasien
b.      Kecemasan
c.       Respon pasien terhadap penyakit
5.      Pemeriksaan tanda fisik
a.       Tanda vital
b.      Tes diagnostik

B.     Diagnosa Keperawatan
            Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang muncul adalah
1.                                                                        Nyeri berhubungan dengan lesi kulit
2.                  Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus dan nyeri dari lesi herpes
3.                  Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan fungsi barier kulit

C.     Intervensi Keperawatan
1.                  Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga.
2.                  Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri, demam, drainase yang berbau busuk dan muncul pus
3.                  Jelaskan tentang kemungkinan neuralgia paska herpes dan tekankan bahwa anda dapat menangani nyeri
4.                  Beritahu pasien bahwa mereka dapat menulari orang lain, oleh karena itu perlu diperhatikan tindakan higienis rutin seperti pemakaian alat pribadi
5.                  Tidak melakukan kontak social hingga lesi mengering
6.                  Gunakan obat sesuai aturan, pakai pakian yang menyerap keringat, pertahankan suhu udara tetap dingin / nyaman
7.                  Dapat digunakan sarung tangan katun pada malam hari saat muncul keinginan untuk menggaruk
8.                  Lakukan tehnik relaksasi untuk menurunkan nyri dan batasi aktivitas yang berlebihan.
D.  Evaluasi
1.                  Keluhan nyeri berkurang.
2.                  Pasien memperoleh periode istirahat / tidur yang adekuat.
3.                  Kondisi integritas kulit dapat dipertahankan.
4.                  Tidak ada lesi yang pecah.
5.                  Kulit terlindungi dari bahan iritan.
6.                  Tidak ada tanda infeksi.







BAB IV
PENUTUP


A.  Kesimpulan
                  Herpes Zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus varisela yang berada laten di jaras saraf sensorik yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral dan radang ini dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella.

B.     Saran
Berdasarkan uraian yang ada serta kesimpulan diatas, maka penulis mencoba mengajukan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan :
1.      Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya kerja sama tim baik dokter, perawat sebagai pelaksana, klien maupun keluarga klien untuk mendapatkan kemudahan di dalam pelaksanaan asuhan keperawatan demi terwujudnya mutu asuhan keperawatan yang lebih baik
2.      Untuk masyarakat bisa lebih memahami dan mencegah terjadinya infeksi virus Herpes Zoster.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar